Berikut ini akan dijelaskan tentang islamisasi dan silang budaya di nusantara, kedatangan islam ke nusantara, masuknya islam di nusantara, kedatangan islam di nusantara, teori masuknya islam, teori persia, islam di nusantara, penyebaran islam di nusantara, teori masuknya islam di nusantara, proses islamisasi di nusantara, islamisasi di nusantara, sejarah islam masuk ke indonesia, sejarah masuknya islam di indonesia, sejarah masuknya islam ke indonesia, masuknya islam ke indonesia, masuknya islam di indonesia, penyebaran islam di indonesia, proses masuknya islam ke indonesia, sejarah perkembangan islam di indonesia.
Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara
Islamisasi adalah proses sejarah yang panjang yang bahkan sampai kini masih terus berlanjut… Kalau para ahli sejarah mempersoalkan tentang asal usul nasionalisme Indonesia, atau integrasi bangsa, mereka menyebutkan Islam sebagai salah satu faktor utama maka hal itu bisa diartikan pada sifat Islam yang universal dan pada jaringan ingatan kolektif yaitu keterkaitan para ulama di Nusantara dalam berbagai corak jaringan sosial guru-murid, murid sesama murid; penulis-dan-pembaca, dan tak kurang pentingnya ulama-umara serta ulama dan umat. (Taufik Abdullah, 1996)
Kedatangan Islam ke Nusantara mempunyai sejarah yang panjang. Satu di antaranya adalah tentang interaksi ajaran Islam dengan masyarakat di Nusantara yang kemudian memeluk Islam.
Lewat jaringan perdagangan, Islam dibawa masuk sampai ke lingkungan istana. Interaksi budaya Islam dengan budaya yang ada sebelumnya memunculkan sebuah jaringan keilmuan, akulturasi budaya dan perkembangan kebudayaan Islam.
Uraian berikut akan mencoba menjabarkan proses Islamisasi di Indonesia dan mengurai simpul dari silang budaya yang sampai kini masih terus berlanjut.
Kedatangan Islam ke Nusantara
|
Peta jejak masuknya Islam ke Nusantara berdasarkan nomor urut |
Gambar di atas memperlihatkan jalur masuknya Islam ke Nusantara yang kemudian melahirkan sebuah interaksi antara ajaran Islam dengan penduduk Nusantara.
Wujud dari keberlangsungan interaksi yang hingga kini masih terlihat adalah banyaknya umat Muslim Indonesia yang menjalankan ibadah haji dan umrah.
Di samping itu tidak sedikit para ulama dari Timur Tengah yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka berdakwah. Bagi umat Islam di Indonesia, berbagai bentuk interaksi tersebut akan semakin memantapkan keimanan dan ketakwaan terhadap ajaran agamanya.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah kapan dan dari mana kira-kira pertama kali Islam masuk ke Kepulauan Indonesia serta bagaimana prosesnya?
Untuk mendapatkan informasi dan bahan diskusi tentang proses masuknya Islam ke Indonesia, mari kita kaji uraian berikut.
Terdapat berbagai pendapat mengenai proses masuknya Islam ke Kepulauan Indonesia, terutama perihal waktu dan tempat asalnya.
Pertama, sarjana-sarjana Barat—kebanyakan dari Negeri Belanda—mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Kepulauan Indonesia berasal dari Gujarat sekitar abad ke-13 M atau abad ke-7 H.
Pendapat ini mengasumsikan bahwa Gujarat terletak di India bagian barat, berdekatan dengan Laut Arab. Letaknya sangat strategis, berada di jalur perdagangan antara timur dan barat.
Pedagang Arab yang bermahzab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah (abad ke-7 M).
Orang yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan para pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia Timur.
Pendapat J. Pijnapel kemudian didukung oleh C. Snouck Hurgronye, dan J.P. Moquetta (1912). Argumentasinya didasarkan pada batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 17 Dzulhijjah 831 H atau 1297 M di Pasai, Aceh.
|
Nisan dari Tralaya yang bercorak Islam menandakan bahwa Islam sudah masuk pada masa Majapahit |
Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan batu nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta kemudian berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.
Kedua, Hoesein Djajadiningrat mengatakan bahwa Islam yang masuk ke Indonesia berasal dari Persia (Iran sekarang).
Pendapatnya didasarkan pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia.
Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, seperti yang berkembang dalam tradisi tabot di Pariaman di Sumatra Barat dan Bengkulu.
Ketiga, Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) mengatakan bahwa Islam berasal dari tanah kelahirannya, yaitu Arab atau Mesir.
Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Senada dengan pendapat Hamka, teori yang mengatakan bahwa Islam berasal dari Mekkah dikemukakan Anthony H. Johns.
Menurutnya, proses Islamisasi dilakukan oleh para musafir (kaum pengembara) yang datang ke Kepulauan Indonesia. Kaum ini biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya dengan motivasi hanya pengembangan agama Islam.
|
Batu Nisan Makam Maulana Malik Ibrahim (w. 822 H/1419 H) di Gresik, Jawa Timur |
Semua teori di atas bukan mengada-ada, tetapi mungkin bisa saling melengkapi. Islamisasi di Kepulauan Indonesia merupakan hal yang kompleks dan hingga kini prosesnya masih terus berjalan.
Pasai dan Malaka, adalah tempat di mana tongkat estafet Islamisasi dimulai. Pengaruh Pasai kemudian diwarisi Aceh Darussalam.
Sedangkan Johor tidak pernah bisa melupakan jasa dinasti Palembang yang pernah berjaya dan mengislamkan Malaka.
Demikian pula Sulu dan Mangindanao akan selalu mengingat Johor sebagai pengirim Islam ke wilayahnya.
Sementara itu Minangkabau akan selalu mengingat Malaka sebagai pengirim Islam dan tak pernah melupakan Aceh sebagai peletak dasar tradisi surau di Ulakan.
Sebaliknya Pahang akan selalu mengingat pendatang dari Minangkabau yang telah membawa Islam. Peranan para perantau dan penyiar agama Islam dari Minangkabau juga selalu diingat dalam tradisi Luwu dan Gowa-Tallo.
Salah satu naskah yang terkenal dari Sulawesi Selatan adalah I La Galigo yang berisi epik mitos penciptaan peradaban Bugis di Sulawesi Selatan.
Epik ini ditulis antara abad 13 dan 15 dalam bentuk puisi, huruf lontarak dengan bahasa Bugis Kuno. Naskah ini sudah diakui sebagai Memory of The World oleh UNESCO pada tahun 2011.
Nah, marilah kita pelajari awal masuknya Islam di Nusantara. Pada pertengahan abad ke-15, ibu kota Campa, Wijaya jatuh ke tangan Vietnam yang datang dari utara. Dalam kenangan historis Jawa, Campa selalu diingat dalam kaitannya dengan Islamisasi.
Dari sinilah Raden Rahmat anak seorang putri Campa dengan seorang Arab, datang ke Majapahit untuk menemui bibinya yang telah kawin dengan raja Majapahit. Ia kemudian dikenal sebagai Sunan Ampel salah seorang wali tertua.
|
Nisan Putri Campa di Trowulan |
Sunan Giri yang biasa disebut sebagai ‘paus’ dalam sumber Belanda bukan saja berpengaruh di kalangan para wali tetapi juga dikenang sebagai penyebar agama Islam di Kepulauan Indonesia bagian Timur.
Raja Ternate Sultan Zainal Abidin pergi ke Giri (1495) untuk memperdalam pengetahuan agama. Tak lama setelah kembali ke Ternate, Sultan Zainal Abidin mangkat, tetapi beliau telah menjadikan Ternate sebagai kekuatan Islam.
Di bagian lain, Demak telah berhasil mengislamkan Banjarmasin. Mata rantai proses Islamisasi di Kepulauan Indonesia masih terus berlangsung.
Jaringan kolektif keislaman di Kepulauan Indonesia inilah nantinya yang mempercepat proses terbentuknya nasionalisme Indonesia.