Berikut ini akan dijelaskan mengenai kerajaan kerajaan islam di maluku utara, kerajaan islam di maluku, proses islamisasi di maluku, kesultanan ternate, kerajaan ternate, kerajaan tidore, kerajaan ternate tidore, ternate didirikan oleh sultan, sultan baabullah, sultan ternate, peninggalan kerajaan tidore, peninggalan kerajaan ternate, kesultanan tidore, pendiri kerajaan ternate, letak kerajaan ternate, kerajaan islam ternate, perlawanan rakyat ternate, peninggalan kerajaan ternate tidore, silsilah kerajaan ternate, kerajaan islam di ternate, dan kerajaan ternate islam.
Kerajaan-Kerajaan Islam di Maluku Utara
Kepulauan Maluku menduduki posisi penting dalam perdagangan dunia di kawasan timur Nusantara. Mengingat keberadaan daerah Maluku ini maka tidak mengherankan jika sejak abad ke-15 hingga abad ke-19 kawasan ini menjadi wilayah perebutan antara bangsa Spanyol, Portugis dan Belanda.
Masjid Sultan Ternate |
Sejak awal diketahui bahwa di daerah ini terdapat dua kerajaan besar bercorak Islam, yakni Ternate dan Tidore. Kedua kerajaan ini terletak di sebelah barat Pulau Halmahera, Maluku Utara.
Kedua kerajaan itu pusatnya masing-masing di Pulau Ternate dan Tidore, tetapi wilayah kekuasaannya mencakup sejumlah pulau di Kepulauan Maluku dan Papua.
Tanda-tanda awal kehadiran Islam ke daerah Maluku dapat diketahui dari sumber-sumber berupa naskah-naskah kuno dalam bentuk hikayat seperti Hikayat Hitu, Hikayat Bacan,dan hikayat-hikayat setempat lainnya.
Sudah tentu sumber berita asing seperti Cina, Portugis, dan lainnya amat menunjang cerita sejarah daerah Maluku itu.
Kerajaan Ternate
Pada abad ke-14 dalam kitab Negarakartagama, karya Mpu Prapanca tahun 1365 M menyebut Maluku dibedakan dengan Ambon yaitu Ternate.
Hal itu juga dapat dihubungkan dengan Hikayat Ternate yang antara lain menyebutkan Moeloka (Maluku) artinya Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan.
Pada abad ke-14, masa Kerajaan Majapahit hubungan pelayaran dan perdagangan antara pelabuhan-pelabuhan terutama Tuban dan Gresik dengan daerah Hitu, Ternate, Tidore bahkan Ambon sendiri sudah sering terjadi.
Pada abad tersebut pelabuhan-pelabuhan yang masih di bawah Majapahit juga sudah didatangi para pedagang Muslim.
Untuk memperoleh komoditi berupa rempah-rempah terutama cengkeh dan pala, para pedagang Muslim dari Arab dan Timur Tengah lainnya itu juga sangat mungkin mendatangi daerah Maluku.
Hikayat Ternate menyebutkan bahwa turunan raja-raja Maluku: Ternate, Tidore, Jailolo, dan Bacan, berasal dari Jafar Sadik dari Arab.
Dalam tradisi setempat dikatakan bahwa Raja Ternate ke-12 bernama Molomatea (1350-1357) bersahabat dengan orang-orang Muslim Arab yang datang ke Maluku memberikan petunjuk pembuatan kapal.
Demikian pula diceritakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Marhum di Ternate, datang seorang alim dari Jawa bernama Maulana Husein yang mengajarkan membaca al-Qur’an dan menulis huruf Arab yang indah sehingga menarik raja dan keluarganya serta masyarakatnya.
Meskipun demikian, mungkin waktu itu agama Islam belum begitu berkembang. Perkembangannya baru pada masa Raja Cico atau putranya Gopi Baguna dan dengan Zainul Abidin pergi ke Jawa belajar agama, iman Islam, dan tauhid makrifat Islam.
Zainul Abidin (1486-1500) yang mendapat ajaran Islam dari Giri dan mungkin dari Prabu Atmaka di Jawa dikenal sebagai Raja Bulawa artinya Raja Cengkeh. Sekembalinya dari Jawa ia membawa mubalig yang bernama Tuhubahalul.
Hubungan perdagangan antara Maluku dengan Jawa oleh Tome Pires (1512-1515) juga sudah diberitakan bahkan ia memberikan gambaran Ternate yang didatangi kapal-kapal dari Gresik milik Pate Cusuf,
dan Raja Ternate yang sudah memeluk Islam ialah Sultan Bem Acorala dan hanya Raja Ternate yang menggunakan gelar Sultan, sedangkan yang lainnya masih memakai gelar raja-raja di Tidore, Kolano.
Pada waktu itu diceritakan Sultan Ternate sedang berperang dengan mertuanya yang menjadi raja di Tidore namanya Raja Almansor.
Ternate, Tidore, Bacan, Makyan, Hitu dan Banda pada masa kehadiran Tome Pires sudah banyak yang beragama Islam.
Bila Islam memasuki daerah Maluku, Tome Pires mengatakan “50 tahun” lalu yang berarti antara tahun 1460-1465.
Tahun-tahun tersebut menunjukkan persamaan dengan berita Antonio yang mengatakan bahwa Islam di daerah Maluku mulai 80 atau 90 tahun lalu dari kehadirannya di daerah Maluku (1540-1545) yang lebih kurang terjadi pada 1460-1463.
Kerajaan Ternate sejak itu makin mengalami kemajuan baik di bidang ekonomi-perdagangan maupun di bidang politik, lebih-lebih setelah Sultan Khairun putra Sultan Zainal Abidin menaiki tahta sekitar 1535, Kerajaan Ternate berhasil mempersatukan daerah-daerah di Maluku Utara.
Tetapi persatuan daerah-daerah dalam Kerajaan Ternate itu mulai pecah karena kedatangan orang-orang Portugis dan juga orang-orang Spanyol ke Tidore dalam upaya monopoli perdagangan terutama rempah-rempah.
Di kalangan kedua bangsa itu juga terjadi persaingan monopoli perdagangan Portugis memusatkan perhatiannya kepada Ternate, sedangkan pedagang Spanyol kepada Tidore.
Pada 1565 Sultan Khairun dengan rakyatnya mengadakan penyerangan-penyerangan terhadap Portugis. Karena hampir terdesak, pihak Portugis melakukan penipuan dengan dalih untuk mengadakan perundingan tetapi ternyata Sultan Khairun dibunuh pada 1570.
Hal tersebut tentu menyebabkan makin marahnya rakyat Ternate. Perlawanan rakyat itu diteruskan di bawah pimpinan putranya,
Sultan Baabullah yang pada 28 Desember 1577 berhasil mengusir orang-orang Portugis dari Ternate, menyingkir ke pulau dekat Tahula tidak jauh dari Tidore, tetapi tetap diganggu oleh orang-orang Ternate agar menyingkir dari tempat itu.
Sultan Baabullah menyatakan dirinya sebagai penguasa seluruh Maluku bahkan mendapat pengakuan kekuasaannya sampai ke berbagai daerah Mindanao, Menado, Sangihe, dan daerah-daerah Nusa Tenggara.
Sultan Baabullah mendapat julukan sebagai “Penguasa 72 Kepulauan” dan menganggap sebagai kerajaan seluruh wilayah dan sangat berkuasa.
Sultan Baabullah wafat pada 1583. Selain Kerajaan Ternate, kamu dapat mencari sumber lain tentang Kerajaan Tidore, Bacan, Jailolo dan juga proses Islamisasi di Ambon.
Untuk memperdalam masalah ini kamu bisa membaca buku buku “Indonesia dalam Arus Sejarah” Jilid III.