Berikut ini akan dibahas secara lengkap mengenai hubungan perang vietnam dengan perkembangan politik di asia tenggara, perang vietnam, sejarah perang vietnam, sejarah vietnam, sejarah negara vietnam, perang vietnam vs amerika, latar belakang perang vietnam, latar belakang terjadinya perang vietnam.
Hubungan Perang Vietnam dengan Perkembangan Politik di Asia Tenggara
Vietnam adalah salah satu negara di Semenanjung Indocina yang berada di wilayah Asia Tenggara. Vietnam mempunyai sejarah dan kaitan yang erat dengan perkembangan Perang Dingin yang terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Akibat perebutan pengaruh dan perluasan ideologi dari dua negara adidaya itu menyebabkan terjadinya perang saudara di wilayah Vietnam.
Perang antara rezim Republik Vietnam Selatan yang didukung oleh Amerika Serikat dan rezim Republik Demokrasi Vietnam (Vietnam Utara) yang bergabung dengan Pemerintah Revolusioner Vietnam Selatan, termasuk pasukan Viet Cong yang didukung Uni Soviet dan RRC disebut Perang Vietnam. Perang saudara itu berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 1950 sampai dengan tahun 1975.
Vietnam sebelum Perang Dunia II
Negara Eropa yang pertama mendarat di Vietnam adalah Prancis. Kedatangan Prancis di Vietnam terjadi pada sekitar akhir abad ke-18. Seperti penjelajah samudra dari negara Eropa lainnya, Prancis kemudian melakukan kolonisasi di Vietnam.
Wilayah Vietnam yang luas dibagi menjadi tiga daerah protektorat, seperti Tonkin di utara, Annam di tengah, dan Koncincina di selatan. Pada tahun 1887 ketiga protektorat tersebut disatukan dengan protektorat Kampuchea yang dibentuk pada tahun 1875.
Kesatuan protektorat itu disebut Uni Indocina. Semangat cinta tanah air dan kebangsaan di Vietnam mulai bangkit setelah Perang Dunia I berakhir. Para nasionalis Vietnam bangkit dan bersatu dalam Partai Nasional Vietnam.
Pemberontakan pertama pada masa kolonial Prancis di Vietnam terjadi pada tahun 1930. Para pemberontak melancarkan aksinya di Tonkin. Namun, upaya pemberontakan ini mengalami kegagalan. Pemerintah kolonial Prancis masih terlalu tangguh untuk dikalahkan.
Akibat pemberontakan, banyak pemimpin Partai Nasional Vietnam yang ditawan dan dihukum mati. Sementara itu, anggota yang tidak tertangkap menyebar untuk menyelamatkan diri.
Akibat kevakuman aktivitas Partai Nasional Vietnam, di kalangan masyarakat Vietnam muncul wadah baru, yaitu Partai Komunis Indocina.
Pada tahun 1940 Jepang menjadi penguasa baru di Vietnam. Prancis tidak mampu mempertahankan wilayah Vietnam karena negaranya sendiri di Eropa telah dikuasai oleh Jerman. Jadi, Prancis lebih memusatkan kekuatannya untuk membebaskan negerinya.
Partai Komunis Vietnam yang berkembang pada masa kolonial Prancis ternyata sangat membenci Jepang.
Oleh karena itu, Partai Komunis Vietnam berusaha membentuk suatu wadah perjuangan bersama dengan kelompok nasionalis di Vietnam dengan nama Viet Minh atau Liga Vietnam Merdeka.
Organisasi Viet Minh merupakan hasil kongres yang diselenggarakan kaum komunis pada tanggal 19 Mei 1941 di Chiangsi, Provinsi Kwangsi. Pada awal pembentukannya Viet Minh bersama Viet Nam Doc Lap Dong Minh.
Tujuannya adalah melenyapkan dominasi Prancis dan kekuasaan Jepang. Pemimpin organisasi Viet Minh adalah Ho Chi Minh. Rakyat Vietnam lebih mengenalnya sebagai Bapak Nasionalisme Vietnam daripada tokoh komunis.
Posisi Jepang dalam Perang Asia Pasifik sebagai bagian dari Perang Dunia II mulai terdesak. Pada bulan Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat pada Sekutu. Kondisi demikian itu menyebabkan kedudukan Viet Minh di Vietnam makin kuat.
Bao Dai, penguasa Vietnam yang merupakan boneka Jepang menyerahkan kekuasaannya pada Ho Chi Minh pada tanggal 25 Agustus 1945.
Melihat situasi yang sangat menguntungkan bagi Viet Minh maka pada tanggal 25 September 1945 Ho Chi Minh memproklamasikan kemerdekaan Vietnam dengan nama Republik Demokrasi Vietnam. Pusat pemerintahannya di Hanoi. Namun, Viet Minh tidak berhasil di selatan.
Vietnam setelah Perang Dunia II
Perang Dunia II dimenangkan oleh kelompok Sekutu. Prancis yang tergabung dalam kelompok Sekutu bermaksud kembali melakukan kolonisasi di Vietnam. Niat Prancis mendapat dukungan penuh dari Inggris.
Keinginan Prancis untuk berkuasa kembali di Vietnam tentu saja mendapat perlawanan dari Viet Minh. Akibatnya, Vietnam mulai tahun 1946 bergejolak lagi dengan berbagai pertempuran antara Viet Minh dan Prancis yang dibantu Inggris.
Agar berhasil menguasai Vietnam, Prancis menjalankan politik memecah belah dan adu domba. Bao Dai mantan boneka Jepang dilantik Prancis menjadi penguasa Vietnam pada tahun 1949. Bao Dai menjadi penguasa asosiasi Vietnam Selatan yang otonom.
Pada tahun 1950 Amerika Serikat sebagai pimpinan Sekutu dan negara adidaya baru dunia mulai terlibat dalam masalah Vietnam. Oleh karena merasa Prancis adalah sekutunya, Amerika Serikat memutuskan untuk memberi bantuan.
Bantuan Amerika Serikat tersebut berupa paket ekonomi dan militer yang diberikan langsung kepada pemerintah baru Vietnam bentukan Prancis.
Tujuannya agar bantuan itu dapat dipakai untuk memerangi Viet Minh yang komunis. Dengan demikian, apabila komunis di Vietnam dapat dihabisi, kekuatan liberal kapitalislah yang akan berkuasa. Itu berarti pengaruh Amerika Serikat terhadap kawasan Asia
Tenggara makin meluas. Sementara itu, Viet Minh pada tahun 1949 mulai bangkit kekuatannya. Hal itu disebabkan Viet Minh mendapat bantuan persenjataan dari Cina. Dukungan juga didapatkan dari negara Uni Soviet sebagai sesama negara komunis.
Viet Minh karena merasa telah kuat, kembali melancarkan serangan pada pertahanan Prancis. Wilayah luar kota berhasil dikuasai tentara Viet Minh.
Sementara itu, Prancis hanya mampu bertahan di kota-kota. Keadaan seperti itu tentu saja sangat membahayakan Prancis pada khususnya dan kepentingan Blok Barat, pada umumnya.
Merasa kepentingannya terancam, Blok Barat menuntut segera diadakan gencatan senjata dan perundingan. Viet Minh sebenarnya menolak perintah tersebut karena selangkah lagi mereka akan menyatukan Vietnam.
Namun, akibat didesak Cina dan Uni Soviet yang merupakan negara pendukungnya, Viet Minh memenuhi tuntutan itu. Pada bulan Februari 1954, Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan Uni Soviet mengadakan pertemuan di Berlin, Jerman.
Pertemuan itu membahas tentang penyelesaian masalah Perang Korea dan Perang Vietnam. Sebagai realisasinya, akan diselenggarakan Konferensi Jenewa. Pada tanggal 20 Juli 1954 Konferensi Jenewa membuat keputusan, antara lain:
- mengakui kemerdekaan negara Kampuchea, Laos, dan Vietnam;
- menyetujui bahwa wilayah Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan;
- akan segera diadakan pemilu pada bulan Juli 1956 untuk menyatukan Vietnam, di bawah pengawasan Komisi Pengawas Internasional.
Perjanjian Jenewa ternyata tidak mampu menyelesaikan masalah Vietnam. Perjanjian Jenewa justru mengesahkan Vietnam terbagi atas Vietnam Utara dan Vietnam Selatan.
Wilayah Vietnam Utara bernama Republik Demokrasi Vietnam dan wilayah Vietnam Selatan bernama Republik Vietnam. Kedua negara itu mempunyai ideologi dan perilaku yang berbeda.
Vietnam Utara berideologikan sosialis komunis, sedangkan Vietnam Selatan berideologikan liberal kapitalis. Sekali lagi tragedi kemanusiaan dan pelanggaran hak asasi manusia terjadi akibat pembagian wilayah.
Sanak saudara menjadi terpisah dan tercerai berai karena pembentukan negara itu. Kekuatan dua negara adidaya berperan besar dalam memecah belah Vietnam. Keputusan Perjanjian Jenewa ditolak mentah-mentah oleh Ho Chi Minh yang ingin melihat Vietnam bersatu.
Akibatnya, keadaan di Vietnam menjadi memanas kembali. Pertentangan ideologi dan campur tangan asing tidak terbendung kembali di Vietnam dan dampaknya dirasakan oleh negara-negara tetangganya pula.
Latar Belakang Perang Vietnam
Pembagian Vietnam menjadi Vietnam Utara dan Vietnam Selatan berdasarkan keputusan Perjanjian Jenewa menjadikan wilayah tersebut menjadi ajang pertempuran hebat.
Ho Chi Minh, tokoh Pergerakan Nasional Vietnam dan tokoh yang berkeinginan supaya Vietnam bersatu, tidak mau menerima hasil Perjanjian Jenewa. Pembentukan Vietnam Selatan dianggapnya sebagai penghalang tercapainya persatuan seluruh Vietnam.
Untuk keperluan menghancurkan Vietnam Selatan, Ho Chi Minh mengirimkan pasukan Viet Minh menyusup ke selatan. Usaha menghancurkan Vietnam Selatan mendapat bantuan dari negara komunis, Uni Soviet dan Cina.
Blok Barat yang mengetahui tindakan kedua negara komunis terhadap Vietnam Utara dan merasa mempunyai kepentingan di Vietnam Selatan juga berusaha mempertahankan wilayah tersebut. Amerika Serikat memerintahkan pasukannya membantu Vietnam Selatan.
Dengan demikian, Perang Vietnam merupakan contoh konkret perebutan pengaruh dua negara adidaya. Pemerintah Vietnam Utara selain mengirim pasukan juga menyusupkan kader-kader komunisnya ke Vietnam Selatan.
Selain berhasil memengaruhi rakyat Vietnam Selatan untuk menentang pemerintahannya sendiri, mereka juga berhasil membentuk dan membantu gerilyawan komunis di Vietnam. Gerilyawan komunis dari Vietnam Selatan dikenal sebagai Vietkong.
Pasukan Amerika Serikat yang ditugaskan di Vietnam Selatan ternyata tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Banyaknya tentara Vietkong yang menyamar menjadi rakyat biasa, membuat Amerika Serikat sulit membedakannya di lapangan.
Pasukan Vietkong selain bergerilya juga membuat terowongan bawah tanah (jalur tikus) dalam mematahkan perlawanan Amerika Serikat. Ranjau dan jebakan dari bambu runcing juga dipakai untuk mengalahkan Amerika Serikat.
Sebaliknya, pasukan Amerika Serikat dengan persenjataan modern membabi buta menyerang pertahanan Vietkong. Pasukan Amerika Serikat dan Vietnam Selatan juga berusaha menghancurkan Jalur Ho Chi Minh dan kubu-kubu pertahanan komunis dengan pemboman.
Jalur Ho Chi Minh adalah jalan-jalan yang dibuat di hutan-hutan sepanjang perbatasan Vietnam Selatan–Laos– Kampuchea yang digunakan pasukan Viet Minh menyusup ke Vietnam Selatan.
Salah satu pertempuran hebat antara pasukan Vietnam Utara dan pasukan Vietnam Selatan yang dibantu Amerika Serikat terjadi pada Tahun Baru Tet 1968 (The Tet Offensive).
Penyerbuan pasukan komunis itu dapat dipatahkan, tetapi kedua belah pihak menderita kerugian dalam jumlah yang besar. Menyadari bahwa Perang Vietnam telah berlangsung lama dan memakan korban jiwa yang tidak sedikit, usaha mencapai perdamaian pun digelar pada sekitar tahun 1970.
Pemerintah Vietnam Utara, pemerintah Vietnam Selatan, dan pemerintah Amerika Serikat melakukan perundingan di Paris.
Pada tahun 1972 pemerintah Amerika Serikat mengumumkan bahwa Indonesia, Kanada, Polandia, dan Hongaria pada prinsipnya sepakat untuk menjadi pengawas gencatan senjata di Vietnam.
Namun, kesepakatan itu menjadi berantakan karena Viet Minh dan Vietkong secara tiba-tiba pada tanggal 3 April 1972 melakukan serangan besar-besaran dan hampir saja menguasai Saigon, ibu kota Vietnam Selatan. Atas tindakan tersebut, Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon bersikap tegas dan mengeluarkan perintah, antara lain:
a. meranjau semua lalu lintas laut yang menuju Vietnam Utara;
b. menghancurkan semua jalur komunikasi dan transportasi Vietnam Utara.
Untuk melaksanakan tindakan pembersihan jalur laut Vietnam Utara, Amerika Serikat meminta semua kapal asing untuk keluar dari wilayah Vietnam Utara.
Tindakan itu akan terus dilaksanakan sampai Vietnam Utara setuju melakukan gencatan senjata dan membebaskan tawanan perang Amerika Serikat.
Tindakan Amerika Serikat tentu saja menimbulkan pro dan kontra dunia. Australia dan Filipina yang merupakan sekutu Amerika Serikat jelas mendukung rencana tersebut. Namun, Uni Soviet dan Cina yang merupakan lawan Amerika Serikat sangat menentangnya.
Amerika Serikat membatalkan secara sepihak niat melakukan pemboman ke Vietnam Utara karena adanya kemajuan dalam perundingan. Perundingan gencatan senjata yang seharusnya ditandatangani pada tahun 1970, akhirnya baru ditandatangani pada tahun 1973.
Meskipun persetujuan damai telah ditandatangani, pada praktiknya masih sering terjadi pelanggaran. Keadaan dalam negeri Vietnam Selatan sendiri sedang terjadi keretakan.
Presiden Nguyen Van Thiew mengundurkan diri dan menunjuk Wakil Presiden Tran Van Huong sebagai peggantinya. Ketika mengundurkan diri Presiden Nguyen Van Thiew mengecam Presiden Amerika Serikat, Nixon karena mendesaknya menandatangani Persetujuan Paris.
Padahal itu artinya Vietnam Selatan menyerah pada Vietnam Utara. Selain itu, ia bersedia menandatangani persetujuan itu karena Amerika Serikat berjanji mengirim pesawat pembom B-52 apabila terjadi pelanggaran oleh Vietnam Utara.
Namun, nyatanya Amerika Serikat mengingkari hal itu. Pelanggaran persetujuan damai makin sering terjadi. Komunis pun makin mendekati kemenangan. Pada tanggal 18 April 1975 pasukan pelopor komunis dalam serangannya berhasil mendekati Saigon sampai jarak kurang 5 km.
Pasukan komunis terus bergerak maju dan mendekati ibu kota. Rakyat Vietnam Selatan panik dan berebut untuk mengungsi.
Sehubungan dengan keadaan itu, sejak tanggal 20 April 1975 Amerika Serikat mengirimkan lima buah kapal induk dari Armada VII untuk mengangkut para pengungsi tersebut.
Pada tanggal 30 April 1975, Presiden baru Vietnam Selatan, Duong Van Minh yang baru dilantik tanggal 28 April 1975 menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Vietkong.
Untuk merayakan kemenangan itu, Vietkong mengubah nama Saigon, ibu kota negara Vietnam Selatan menjadi Ho Chi Minh.
Dampak Kemenangan Vietkong (Komunis Vietnam Selatan) terhadap Perkembangan Politik di Asia Tenggara
Kemenangan komunis di Vietnam Selatan merupakan pukulan berat bagi Amerika Serikat. Tugas membendung perkembangan komunis di Asia Tenggara menjadi makin berat. Apalagi, masyarakat di Asia Tenggara kebanyakan masih banyak yang berada di bawah garis kemiskinan.
Hal itu menyebabkan mudahnya komunis berkembang. Selain itu, juga berkembang teori domino mengenai komunisme. Teori itu menyatakan bahwa apabila suatu negara di suatu kawasan telah jatuh, satu per satu negara yang berada di kawasan itu akan jatuh pula pada komunis.
Namun, kebenaran teori itu juga banyak yang menyangkalnya. Apabila kita melihat perkembangan wilayah Asia Tenggara pascakemenangan komunis di Vietnam Selatan, teori domino tentang komunisme itu ada benarnya.
Hal itu dibuktikan dengan kejadian-kejadian selanjutnya di Asia Tenggara akibat komunisme. Setelah negara Republik Demokratik Vietnam (Vietnam Utara) yang berideologi komunis terbentuk, negara tersebut segera memperluas pengaruhnya.
Laos telah berhasil dijadikan negara komunis, begitu pula dengan Vietnam Selatan. Komunis Vietnam terus berusaha memperluas pengaruhnya dengan mencoba memengaruhi Kampuchea. Usaha untuk melakukan kolonisasi di Kampuchea ini disebut Vietnamisasi.
Penyerbuan Vietnam untuk menguasai Kampuchea dilakukan pada tanggal 7 Januari 1979. Pasukan Vietnam dalam menguasai Kampuchea dibantu oleh orang-orang Kampuchea yang mendukung Vietnam. Mereka itu tergabung dalam Front Penyelamat Nasional.
Vietnam berhasil menguasai Kampuchea. Oleh karena itu, Vietnam mendirikan Republik Rakyat Kampuchea di bawah pemerintahan Heng Samrin bonekanya.
Vietnam meskipun berhasil menguasai dan membentuk pemerintahan boneka di dalam negeri Kampuchea terjadi usaha untuk menentang pemerintahan komunis itu.
Tentu saja itu memberi peluang bagi negara-negara dan pemerintahan antikomunis untuk menghambat laju perkembangan komunis di Asia Tenggara.
Pemerintahan antikomunis di Kampuchea dibentuk atas koalisi kelompok Sihanouk, Son San, dan Khieu Sampan. Koalisi itu membentuk pemerintahan baru di Kampuchea dengan nama Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea pada tanggal 22 Juni 1982.
Negara-negara anggota ASEAN dan PBB yang sebagian besar antikomunis tentu saja banyak yang memberi dukungan pada Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea. Hal itu merupakan salah satu cara untuk menghambat laju perkembangan komunis di dunia.
Salah satu bentuk dukungan pada pemerintahan antikomunis di Kampuchea adalah mengakui hanya Pemerintahan Koalisi Demokrasi Kampuchea yang berhak memerintah Kampuchea dan menjadi wakil sah di PBB.