Sistem Kepercayaan Yang Ada Serta Berkembang Dalam Masyarakat Ambon

Sebelum penduduk Ambon memeluk agama, nenek moyang mereka telah mengenal sistem kepercayaan yang berkaitan dengan penghormatan terhadap roh-roh.

Mereka meyakini bahwa roh-roh harus dihormati, diberi makan, dan minum serta tempat tinggal agar mereka tidak mengganggu manusia. 

Bahkan untuk masuk ke dalam balai desa (disebut baileu), orang harus melakukan upacara meminta izin terlebih dahulu pada roh-roh yang ada di baileu (balai desa).

Adapun orang yang melakukan upacara minta ijin kepada roh-roh adalah tuan negeri yang disebut mauweng, yaitu perantara antara manusia dengan roh-roh nenek moyang.

Orang yang masuk baileu harus berpakaian adat berwarna hitam dengan sapu tangan merah yang dikalungkan di bahu. 

Di dalam baileu terdapat pamili, yaitu batu yang dianggap keramat (berkekuatan gaib) yang besarnya kira-kira dua meter persegi. 

Batu tersebut dipergunakan sebagai altar persembahan kurban-kurban dan sajian. Masyarakat adat Ambon juga mengenal upacara cuci negeri yang mirip dengan upacara bersih desa di Jawa. 

Pada saat upacara cuci negeri tersebut semua penduduk desa wajib membersihkan segala sesuatu dengan baik, misalnya bangunan-bangunan maupun pekarangan. 

Jika tidak dibersihkan dengan baik ada sanksi religinya, yaitu orang bisa jatuh sakit, kemudian mati, seluruh desa bisa terkena wabah penyakit, dan gagal panen. 

Selain berfungsi untuk kebersihan dan keselamatan penduduk, upacara cuci negeri juga bertujuan untuk menghidupkan rasa hubungan dengan nenek moyang yang telah membangun baileu, sumber-sumber air, maupun tempat-tempat suci lainnya. 

Melalui upacara cuci negeri ini, masyarakat kembali menghidupkan mitologi desa yang mengingatkan orang kembali kepada struktur sosial dan kepemimpinan adat yang merupakan dasar dari kehidupan masyarakat desa dan yang mengintensifkan solidaritas masyarakat desa. 

Masyarakat adat di kawasan Maluku Tengah mengenal adanya upacara pembayaran kain berkat yang dilakukan oleh klen penganten laki-laki kepada kepala adat dari desa penganten perempuan. 

Pembayaran itu berupa kain putih dan minuman keras (tuak). Jika hal itu dilupakan maka keluarga muda itu akan menjadi sakit dan mati. 

Jika terjadi demikian maka satu-satunya jalan menurut kepercayaan adat adalah melakukan upacara pembayaran kain berkat. 

Kaum kerabat si suami mempersiapkan sebuah botol berisi air dari sumber air nenek moyang dan sebuah tempat sirih. Botol dan tempat sirih tersebut diberikan kepada kepala adat dari desa istri.

Kepala adat dengan keluarga pergi ke baileu bersama anggota saniri (pejabat dewan desa/staf pemerintah desa). Kepala adat berbicara para roh-roh nenek moyang yang ada di baileu.