Pendekatan antara pimpinan Republik dan BFO yang semakin hangat menjelang dilaksanakan Perundingan Roem – Royen dan kontak-kontak menjelang dan setelah Pemerintah Republik kembali ke Yogya, telah membuka jalan untuk mengadakan Konferensi Inter Indonesia.
Delegasi RI ke Konferensi Inter Indonesia, terbentuk 18 Juli 1949 dipimpin oleh Wakil Presiden/PM Moh. Hatta.
Sedangkan delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak dan Anak Agung dari NIT.
Konferensi Inter Indonesia bertujuan untuk menyatukan pendapat antara RI dan BFO dalam rangka menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi dilaksanakan dua tahap.
a. Di Yogyakarta (19 – 22 Juli 1949)
Dalam konferensi tahap pertama telah disepakati bahwa:
- negara Indonesia Serikat akan diberi nama Republik Indonesia Serikat;
- Merah Putih adalah bendera kebangsaan;
- Indonesia Raya adalah lagu kebangsaan;
- Bahasa nasional adalah bahasa Indonesia;
- 17 Agustus adalah Hari Kemerdekaan.
Hasil Konferensi Inter Indonesia ini ternyata adalah konfirmasi konsensus nasional yang sejak 17 Agustus 1945 direalisasikan dalam perjuangan bangsa.
b. Di Jakarta (31 Juli – 2 Agustus 1949)
Konferensi Inter Indonesia tahap kedua bertempat di Gedung Pejambon, Jakarta.
Salah satu keputusan penting yang diambil adalah bahwa BFO menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politik ataupun ekonomi.
Di bidang militer/pertahanan konferensi memutuska antara lain:
- Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
- TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL, dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
- Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, Negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.