Masyarakat adat Makassar sebelum mengenal agama, telah mengenal adanya kepercayaan tentang dewa-dewa sebagai berikut.
a. Dewa Sere’a (dewa langit) adalah dewa tertinggi yang bersemayam di Boting Langit (langit tertinggi). Pemujaan terhadap dewa langit dilakukan di bagian atas rumah atau sambulayang dengan upacara abbuak.
b. Dewa dunia adalah dewa yang bertugas mengatur dunia. Pemujaan terhadap dewa dunia dilakukan di tiang tengah rumah atau pocci balla, sedangkan upacaranya disebut attoana.
c. Dewa Paratiwi adalah dewa yang bersemayam di bawah laut atau sungai (uruliyu). Pemujaan terhadap dewa paratiwi dilakukan di laut atau di sungai.
Oleh karena itu masyarakat adat Makassar memiliki kebiasaan membangun rumah dengan tiga tingkat, karena bisa dimanfaatkan untuk menyelenggarakan upacara-upacara adat.
Di samping percaya kepada dewa-dewa, masyarakat adat Makassar juga mempercayai adanya makhluk-makhluk halus yang menghuni pohon-pohon, batu-batu besar, dan tempat-tempat yang dikeramatkan.
Mereka juga mempercayai adanya benda-benda yang memiliki kekuatan gaib atau jimat. Mereka juga mempercayai bahwa gerak tertentu pada hewan maupun tumbuhan dapat ditafsirkan untuk memperoleh maknanya, misal sebagai pertanda akan terjadinya sesuatu peristiwa.
Masyarakat adat juga mempercayai adanya hari baik dan hari buruk, sehingga penyelenggaraan sesuatu upacara atau kegiatan besar harus diperhitungkan pemilihan waktunya.