Orang Minahasa merupakan kelompok suku bangsa yang mendiami di daerah Sulawesi Utara. Sebelum agama masuk ke daerah Minahasa, masyarakat adat setempat sejak zaman purba telah mengenal kepercayaan asli dalam bentuk kepercayaan terhadap roh-roh nenek moyang yang disebut opo tau dotu, serta kepercayaan terhadap roh-roh dan hantu-hantu yang menempati alam sekeliling kediaman manusia.
Roh-roh dan hantu-hantu tersebut antara lain: panunggu, lulu, puntianak, pok-pok, dan sebagainya. Demikian pula roh-roh orang tua atau kerabat dekat lainnya yang sudah meninggal juga dianggap berada dekat di sekitar tempat kediaman manusia.
Roh-roh orang tua atau kerabat dekat yang sudah meninggal disebut mukur. Dalam konsepsi kepercayaan adat Minahasa, jiwa memiliki tiga aspek, yaitu ingatan (gegenang), perasaan (pemendam), dan tenaga (keketer).
Adapun aspek yang menjelma menjadi mukur atau roh pada umumnya adalah gegenang. Berdasarkan kepercayaan orang Minahasa pada masa purba, kedudukan roh di dunia dan akhirat ditentukan oleh perbuatan masing-masing individu di dunia ini.
Orang yang baik akan menjadi roh yang baik di dunia maupun di akhirat, sedangkan orang yang jahat akan menjadi roh yang jahat pula.
Orang yang mati karena kecelakaan, karena bunuh diri, atau yang mati konyol juga menjadi roh jahat yang suka mengganggu orang.
Masyarakat adat Minahasa (sampai kini) melakukan upacara-upacara penyajian kepada roh-roh pada saat-saat tertentu. Upacara pemujaan roh tersebut dinamakan neempungan atau maambo (masambo).
Upacara-upacara pemujaan roh dilakukan pada peristiwa-peristiwa penting dalam siklus hidup manusia, misal pada malam bulan purnama, saat ada bahaya, dan sedang sakit.
Pada masa purba upacara pemujaan terhadap roh tersebut dilakukan oleh pemuka-pemuka upacara yang disebut tonaas atau walian.
Tonaas atau walian sekaligus berperan sebagai dukun penyembuh penyakit. Mereka mengenal berbagai ilmu dukun penyembuh penyakit atau ilmu makatana.
Seorang pemuka agama yang mahir dalam ilmu dukun penyembuh penyakit disebut tu’a, sedangkan dukun bayi disebut biyang.
Seorang dukun yang melakukan upacara untuk mencari pencuri disebut tukang mawi, sedangkan orang yang melakukan ilmu dukun yang sifatnya merugikan orang lain (seorang tukang guna-guna) disebut pandoti.