Kepercayaan asli adat suku bangsa Batak sebelum mengenal agama adalah bahwa alam beserta isinya diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (dalam bahasa Batak Karo disebut Debata Kaci-kaci).
Debata Mulajadi na Bolon bermukim di langit dan memiliki nama-nama lain sesuai dengan tugas dan tempat kedudukannya. Nama Debata Mulajadi na Bolon, antara lain sebagai berikut.
- Debata Mulajadi na Bolon, sebagai maha pencipta bertempat tinggal di langit.
- Silaon na Bolon (untuk Batak Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (untuk Batak Karo), sebagai penguasa langit bagian tengah, bertempat tinggal di dunia ini.
- Pane na Bolon (untuk Batak Toba) atau Tuan Banua Koling (untuk Batak Karo), sebagai penguasa dunia makhluk halus, dan pengatur setiap penjuru mata angin.
Selain itu masyarakat adat Batak juga mengenal dewa-dewa yang lain, yaitu:
- Sinimataniari sebagai dewa matahari yang menguasai matahari saat terbit dan terbenam;
- Beru Dayang sebagai penguasa pelangi.
Berkaitan dengan konsep jiwa dan roh, kepercayaan adat Batak mengenal tiga konsep, yaitu tondi, sahala, dan begu.
Tondi adalah jiwa atau roh seseorang sekaligus sebagai kekuatan. Sahala merupakan jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki seseorang.
Setiap orang memiliki kualitas sahala yang berbeda-beda meskipun sama-sama memiliki tondi. Sahala dapat berkurang dan menentukan peri kehidupan seseorang.
Sahala yang berkurang akan menyebabkan orang kurang disegani. Orang Batak Karo mengenal sahala sebagai sumangat atau tuah atau kesaktian.
Seseorang memperoleh tondi dan sahala sejak ia masih di dalam kandungan. Seperti halnya sahala yang dapat berkurang atau bertambah, tondi juga dapat pergi meninggalkan badan.
Jika tondi meninggalkan badan untuk sementara , maka orang itu akan sakit. Jika keluar untuk seterusnya maka orang itu akan meninggal.
Keluarnya tondi dari badan disebabkan oleh adanya kekuatan lain yang disebut simbaon yang melawan tondi tersebut.
Untuk mengembalikan tondi harus dilakukan upacara mengalap tondi (dalam bahasa Batak Karo disebut ndilo tondi, ngaleng berawan).
Begu adalah tondinya orang yang meninggal. Perilaku begu sama seperti perilaku manusia tetapi sifatnya hanya kebalikan.
Misal: apa yang dilakukan manusia pada siang hari dilakukan begu pada malam hari. Orang Batak mengenal adanya begu yang baik dan begu yang jahat.
Orang Batak Toba mengenal begu yang terpenting, yaitu Sumangot ni ompu, yaitu begu dari nenek moyang. Upacara untuk menghormati begu yang dulu sebagai tondi yang menduduki orang terhormat dan kaya, maka upacara dilangsungkan besar-besaran disertai gondang (musik Batak).
Dalam masyarakat Batak Karo dikenal beberapa macam begu, antara lain sebagai berikut.
- Batara guru atau begu perkakun jabu, merupakan begu bayi yang meninggal waktu masih dalam kandungan.
- Bicara guru adalah begu anak yang meninggal sebelum tumbuh gigi dan begu penjaga ayahnya.
- Begu mate sada wari adalah begu dari orang yang meninggal dengan cara yang tidak wajar.
- Mate kayat-kayaten adalah begu orangyang mati muda.
Begu bisa marah dan membahayakan manusia, maka untuk meredakan kemarahan begu dilakukan
upacara sesaji (Batak Karo menyebut cibal-cibalen). Beberapa begu yang disegani orang Batak, antara lain sebagai berikut.
- Sombaon adalah begu yang bertempat tinggal di pegunungan atau hutan rimba yang padat, gelap, dan mengerikan.
- Solobean adalah begu yang dianggap sebagai penguasa di tempat-tempat tertentu dari Toba.
- Silan adalah begu yang serupa dengan Sombaon menempati pohon-pohon besar atau batu yang aneh bentuknya. Silan dianggap sebagai nenek moyang pendiri kuta dan pendiri marga.
- Begu ganjang adalah begu yang sangat ditakuti karena dapat dipelihara dan untuk membinasakan orang lain.
Orang Batak mempercayai adanya perkampungan begu. Sebelum masuk ke perkampungan terlebih dahulu begu mengembara sampai si mati dikuburkan selama empat hari.
Oleh karena itu, adat Batak melakukan ziarah pertama pada hari keempat sesudah penguburan. Ziarah itu merupakan pertemuan pertama dengan begu yang pergi ke perkampungan begu.
Masuknya begu ke perkampungan begu bukan berarti putusnya hubungan begu dengan kerabatnya yang masih hidup.
Hal itu disebabkan mereka tetap berkeliaran dan berhubungan dengan kerabatnya melalui seorang perantara yang disebut Guru sibaso, seorang dukun wanita.
Di samping begu, orang Batak juga mengenal makhluk halus lain yang disebut umang dan jangak. Keduanya bersifat menolong manusia. Umang dan jangak bertempat tinggal di tebing sungai dan di dalam gua-gua.
Selain kepercayaan di atas, masyarakat Batak juga melakukan upacara keagamaan, misalnya upacara selamatan horja.
Upacara horja merupakan upacara dalam rangka bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena salah seorang dari anggota keluarga mengalami kesuksesan atau jiwa anak lelaki berhasil menyunting gadis Sunda.
Upacara horja dilakukan dengan memotong beberapa ekor babi atau kerbau. Hal itu menunjukkan tanda penghormatan kepada leluhur.