Perbedaaan Antara Agama, Kepercayaan dan Kebudayaan

Pada kesempatan kali ini kita akan membahas secara ringkas mengenai perbedaan agama dan kepercayaan, perbedaan agama dan kebudayaan, perbedaan agama.

Perbedaan Agama, Kepercayaan, dan Kebudayaan

Dalam kehidupan di dunia ini, kita pasti memeluk suatu agama. Dengan agama, kehidupan kita akan teratur, baik dalam aspek jasmaniah maupun rohaniah. Sebagai manusia yang beragama kita harus menghayati dan mengamalkan ajaran agama kita masing-masing.

Oleh karena itu agama dapat dijadikan sebagai landasan, pegangan, dan tuntunan untuk berbuat dan berperilaku dalam menghadapi segala macam permasalahan kehidupan. Agama mengandung tiga inti pokok dasar sebagai berikut.

  1. Iman.
  2. Ibadat (liturgi).
  3. Akhlak.

Iman merupakan kekuatan abstrak yang dapat menyatukan dan menggalang persatuan antara anggota masyarakat. 

Iman menggerakkan setiap anggota masyarakat untuk beramal, baik dalam bentuk ibadat maupun dalam bentuk amal lainnya demi kepentingan bersama. Ibadat (liturgi) mempunyai peran ganda sebagai berikut.

  1. Sebagai pengatur hubungan setiap pribadi dengan Sang Pencipta.
  2. Sebagai alat untuk mengatur hubungan antara sesama manusia.

Akhlak sebagai bagian pokok agama merupakan bagian dari pembentukan sikap mental yang merupakan syarat terpenting dalam membina dan memelihara ketenteraman masyarakat. 

Jika dalam suatu masyarakat yang anggotanya terdiri atas pribadi-pribadi berakhlak baik, akan terbina dan terpelihara ketenteraman.

Dengan demikian akhlak merupakan kekuatan moral serta pencerminan dari kebersihan dan kesucian jiwa yang mempunyai kekuatan lebih dari hukum, undang-undang atau peraturan-peraturan lainnya.

Pada masa kehidupan manusia purba, kehidupan manusia sangat bergantung pada keadaan alam sekitarnya. Manusia purba belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk mengatasi segala bentuk perubahan alam. 

Mereka selalu berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam mengatasi berbagai bentuk perubahan alam lingkungan di sekitarnya. 

Ketergantungan hidup manusia purba terhadap kondisi alam memunculkan pola pemikiran yang mengakui adanya kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya. 

Mereka menghadapi kekuatan-kekuatan gaib tersebut dengan kekuatan gaib pula, yaitu dengan mengadakan upacara-upacara khusus sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang ia alami. 

Misal: mengalami bahaya banjir besar mereka berupaya mengadakan upacara ritual untuk mencegah terjadinya banjir ketika memulai bercocok tanam mereka mengadakan upacara khusus agar hasil tanamannya baik, dan sebagainya. 

Pada mulanya upacara-upacara tersebut dilakukan secara orang perorang, namun kemudian dengan alasan tujuan yang sama mereka secara berkelompok menyelenggarakan upacara bersama dan dipimpin oleh salah seorang di antara mereka yang dianggap lebih pintar dan dianggap memiliki kekuatan gaib melebihi lainnya. 

Orang itu kemudian dikenal sebagai dukun, dengan diberi kedudukan dan status sosial yang tinggi/terhormat di tengah kehidupan mereka.

Terjadinya berbagai peristiwa alam yang sering menimpa masyarakat purba pada masa itu, menjadikan masyarakat itu percaya kepada berbagai kekuatan gaib yang lambat laun berubah menjadi kepercayaan terhadap banyak dewa atau polytheisme. 

Adanya sistem kepercayaan itu, mereka mengenal adanya dewa bumi, dewa angin, dewa laut, dewa hujan, dan sebagainya. 

Kehidupan masyarakat Yunani Kuno termasuk salah satu masyarakat tertua di dunia yang memiliki sistem kepercayaan polytheisme yang kemudian berkembang menjadi monotheisme sampai sekarang ini.

Kepercayaan telah menjadi bagian yang melekat dalam kehidupan manusia, bahkan di era modern sekarang ini, banyak orang yang beragama tetapi tetap memegang teguh pada kepercayaan tertentu yang merupakan bagian dari kebudayaan atau tradisi bangsanya.

Munculnya kepercayaan bersifat dari proses pengalaman hidup yang dialami manusia berkaitan dengan alam lingkungan sekitarnya. 

Keterbatasan ilmu pengetahuan yang dikuasai manusia menumbuhkan pola perilaku yang berlandaskan pada kepasrahan manusia terhadap alam lingkungan tempat ia menggantungkan hidupnya. Dengan demikian kepercayaan merupakan bagian dari kebudayaan manusia.

Adapun kebudayaan mengandung makna sebagai bentuk perilaku manusia yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Orang bekerja menanam padi utuk memperoleh makanan, orang melakukan ritual khusus sebelum bekerja agar diperoleh keselamatan, dan sebagainya. 

Apapun yang dilakukan manusia merupakan bentuk kebudayaan. Sesuatu yang dihasilkan dari perilaku tersebut merupakan wujud atau hasil kebudayaan manusia. 

Merealisasikan agama dalam kehidupan merupakan bentuk kebudayaan, akan tetapi agama itu sendiri bukan merupakan hasil kebudayaan. 

Dengan agama manusia menjadi berbudaya atau agama sebagai sarana membudayakan manusia. Secara ringkas, perbedaan agama dengan kebudayaan sebagai berikut.

  1. Agama bersumber pada wahyu Ilahi, Tuhan Yang Maha Esa, sedangkan kebudayaan merupakan hasil pikiran dan buah tangan manusia.
  2. Agama bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan tidak boleh dirubah, sedangkan kebudayaan bersifat relatif dan mengalami perubahan seirama dengan perubahan dan perkembangan alam pikiran manusia.
  3. Agama mengandung sistem creed, sistem ritual, dan sistem moral dalam mengatur segala aspek kehidupan, sedangkan kebudayaan tidak.
  4. Agama sebagai pegangan dan tuntunan hidup, kebudayaan sebagai aksi atau reaksi manusia terhadap alam sekitarnya.
  5. Agama sebagai alat revolusi rohani bagi pemeluknya untuk membebaskan diri dari berbagai tekanan hidup, sedangkan kebudayaan tidak.