Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki setiap suku bangsa. Bahasa dapat dijadikan sebagai salah satu aspek yang menjadi pokok pembahasan dalam penelitian etnografi.
Apalagi dalam kehidupan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari unsur bahasa. Sejumlah manusia yang memiliki ciri-ciri ras tertentu yang sama belum tentu memiliki bahasa induk yang termasuk satu keluarga bahasa, apalagi memiliki satu kebudayaan yang tergolong satu daerah kebudayaan.
Sebagai contoh: bangsa Muang Thai, bangsa Khmer, dan bangsa Sunda, ketiganya merupakan satu kelompok ras yang sama, yakni dari kelompok ras Paleo-Mongoloid.
Namun bahasa induk masing-masing orang tadi termasuk keluarga bahasa yang berlainan. Bahasa orang Muang Thai adalah bahasa Sino-Tibetan, bahasa Khmer termasuk dalam keluarga bahasa Austro-Asia, sedangkan bahasa Sunda termasuk keluarga bahasa Austronesia.
Demikian halnya kebudayaan dari ketiga suku bangsa tersebut tidaklah sama. Kebudayaan Thai dan Khmer terpengaruh dalam kebudayaan Buddha, sedangkan kebudayaan Sunda terpengaruh kebudayaan Islam.
Akan tetapi ada pula suku bangsa yang berbeda ras namun memiliki bahasa induk yang berasal dari satu keluarga bahasa.
Misal: orang Huwa yang tinggal di pedalaman Madagaskar, orang Jawa di pulau Jawa, dan orang Bgu di pedalaman Papua.
Ketiganya dari ras yang berlainan, yakni orang Huwa dari ras Negroid dengan unsur ras Kaukasoid-Arab, orang Jawa termasuk ras Mongoloid dan orang Bgu termasuk ras Melanesoid.
Namun, ketiganya menggunakan bahasa yang berasal dari satu induk keluarga bahasa yang sama yaitu keluarga bahasa Austronesia.
Memerhatikan fakta di atas, makin menegaskan bahwa penelitian mengenai bahasa yang dipergunakan suatu suku bangsa menarik untuk diteliti terutama berkaitan dengan proses persebaran bahasa.
Seperti dalam kehidupan remaja Indonesia dewasa ini, kemajuan iptek terutama dalam bidang informasi menjadikan bahasa Betawi menjadi salah satu ragam bahasa yang amat digemari di kalangan pergaulan remaja.
Perhatikan saja, bagaimana remaja di pelosok tanah air khususnya yang tinggal di perkotaan berkomunikasi, mereka terbiasa menggunakan istilah: lu, gue, ntar, dong, yang merupakan kosa kata dalam bahasa Betawi. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Mengapa bahasa Betawi yang ada di pusat ibu kota Republik Indonesia bisa sedemikian mudah di jumpai di kota Jayapura yang ribuan kilometer jauhnya?
Hal itu merupakan fenomena yang menarik untuk dijadikan materi penelitian tentang persebaran bahasa lokal (dalam hal ini bahasa Betawi) menjadi bahasa pergaulan anak-anak di seluruh Indonesia.
Pertanyaan tersebut dapat diangkat sebagai tema utama dalam penelitian singkat mengenai etnografi khususnya tentang persebaran bahasa lokal.
Adapun bahasa lokal yang dapat diangkat sebagai pokok persoalan dalam penelitian etnografi ini tidak terbatas pada bahasa Betawi yang notabene sebagai bahasa pergaulan remaja saja, melainkan juga bahasa-bahasa lokal di berbagai daerah yang sebenarnya amat kaya dan bervariatif, sehingga menarik untuk diteliti. Pada umumnya persebaran bahasa lokal disebabkan oleh faktor sebagai berikut.
- Tingginya arus migrasi atau perpindahan penduduk, baik melalui urbanisasi, transmigrasi maupun emigrasi. Unsur-unsur bahasa lokal sebagai alat komunikasi lisan tetap mewarnai dalam interaksi sosiai masyarakat pendatang di tempat yang baru.
- Peran media massa, khususnya media elektronik yang banyak menayangkan pemakaian bahasa tutur (dialog) yang dipergunakan para panutan masyarakat (public figure) sehingga banyak ditiru oleh masyarakat luas menembus batas suku bangsa dan wilayah.
- Kebijakan pemerintah. Di era otonomi daerah ini pemerintah daerah berusaha untuk menonjolkan identitas daerahnya di antaranya dengan mensosialisasikan pemakaian bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari yang perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.
Dalam pelaksanaan penelitian, beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti sebagai berikut.
- Unsur atau masalah apa yang akan dijadikan objek penelitian. Misal tentang persebaran bahasa lokal, perlu dibatasi mengenai apa yang akan disoroti, antara lain tentang logat, kosakata, persamaan atau perbedaannya, dan faktor yang menentukan persebaran. Dalam menentukan unsur yang terkandung dalam permasalahan ini perlu didiskusikan dengan bimbingan guru yang berkompeten. Sebagai contoh, peneliti ingin memilih topik tentang persebaran bahasa, maka perlu bimbingan khusus dari guru bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa daerah.
- Menentukan metode yang akan digunakan. Dalam hal ini dipilih metode yang tepat untuk memperoleh data sesuai dengan unsur-unsur yang akan diteliti.
- Menentukan daerah penelitian. Sesuai dengan tema, yaitu mengenai persebaran bahasa lokal, maka daerah yang dijadikan objek penelitian terutama daerah-daerah yang menggunakan bahasa lokal tersebut, termasuk daerah lain yang berbatasan dengan daerah yang masyarakatnya menggunakan bahasa lokal tersebut.
- Menyusun kerangka dasar penelitian yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan pengumpulan data.
- Melaksanakan kegiatan penelitian.
- Menyusun laporan.
Dari keseluruhan urutan kegiatan tersebut sebelumnya disusun proposal atau progam kerja yang dilengkapi dengan jadwal kegiatan atau “schedule” pelaksanaan kegiatan.
Dengan tersusunnya program kerja, siswa dapat melaksanakan kegiatan sesuai alokasi waktu dan target yang telah ditetapkan.
Penyusunan laporan merupakan tahap akhir dari rangkaian kegiatan penelitian. Kegiatan penelitian ditutup dengan presentasi, yaitu penyajian hasil penelitian.
Adapun penyajian hasil penelitian dapat dipaparkan dalam forum diskusi yang diikuti seluruh siswa di kelas maupun khusus dipertanggungjawabkan di depan tim penguji.
Dalam presentasi tersebut dibuka kesempatan bagi para peserta diskusi atau tim penguji untuk menyanggah, memberikan saran ataupun kritikan terhadap hasil penelitian yang telah dilakukan siswa.