Berikut ini akan kita bahas mengenai kesenian suku batak, kesenian batak, kesenian suku minangkabau, kesenian minangkabau, kesenian suku sunda, kesenian sunda, kesenian suku jawa, kesenian suku bali, kesenian bali, kesenian suku bugis, kesenian bugis.
Seni Sastra
Seni sastra masyarakat suku bangsa Batak
Seni sastra suku bangsa Batak salah satunya adalah Bahasa Andung (mangandung), yaitu bahasa Batak yang sangat puitis dipergunakan pada saat menangisi orang tua yang meninggal dan untuk menyatakan isi hati dalam bahasa Batak Kuno.
Karya sastra Batak kuno disebut Pustaha Laklak Batak (Pustaha = bacaan, Laklak = kulit kayu). Pustaha Laklak Batak merupakan naskah kuno yang berisi ilmu mengenai mantra-mantra dan ramuan obatobatan, pesan, dan petuah yang berharga.
Kesemuanya itu ditulis pada lembaran-lembaran kulit kayu tipis yang bisa dilipat-lipat dalam aksara Batak. Banyak karya sastra Batak yang tidak diketahui secara jelas karena tidak didokumentasikan secara baik.
Seni sastra masyarakat suku bangsa Minangkabau
Perkembangan seni sastra suku bangsa Minangkabau terpengaruh oleh sastra Melayu, yakni berupa pantun. Pantun adalah sejenis puisi yang terdiri atas sampiran dan isi.
Pantun dapat terdiri atas dua baris, empat baris atau lebih. Isi pantun seringkali berupa nasihat, namun tak jarang digunakan juga dalam pergaulan dan permainan.
Pada masa lampau seni berpantun ini sangat populer dalam pergaulan, namun kini sudah jarang dipergunakan.
Seni sastra masyarakat suku bangsa Sunda
Masyarakat suku bangsa Sunda memiliki banyak karya sastra, antara lain sebagai berikut.
- Cerita yang mengisahkan kepahlawanan Prabu Siliwangi pada zaman Galuh dan Pajajaran, serta berbagai cerita rakyat berupa mitos/legenda, seperti terjadinya Tangkuban Perahu yang sangat terkenal itu.
- Pantun yang sering diiringi dengan musik kecapi.
- Cerita prosa tentang Si Kabayan dan Sangkuriang.
- Bahasa Sunda merupakan salah satu bahasa daerah yang cukup banyak pemakainya (nomor dua setelah bahasa Jawa).
Bahasa Sunda juga merupakan bentuk sastra Sunda yang tetap berperan dalam kehidupan masyarakat Sunda sehari-hari hingga kini.
Seni sastra masyarakat suku bangsa Jawa
Seni kesusastraan Jawa sangatlah beragam dan cukup kompleks. Masyarakat Jawa mengenal adanya stratifikasi sosial dalam menggunakan bahasa lisan maupun tulisan, yaitu sebagai berikut.
- Bahasa ngoko, digunakan antara orang yang sesama derajatnya.
- Bahasa kromo, digunakan terhadap orang yang lebih tua.
- Bahasa kromo inggil, digunakan kepada orang yang sangat dihormati.
Pemakaian bahasa yang tidak pada tempatnya akan mendatangkan celaan dan dianggap sebagai orang yang tidak mengenal sopan santun atau tata krama.
Huruf Jawa merupakan hasil karya sastra asli dari bangsa Jawa. Huruf Jawa terdiri atas dua puluh suku kata, yaitu:
- ha na ca ra ka;
- da ta sa wa la;
- pa dha ja ya nya;
- ma ga ba tha nga.
Sastra Jawa mencakup bentuk puisi yang disebut geguritan, dan bentuk prosa, yang berisi cerita rakyat maupun mitos dan legenda.
Huruf Jawa tersusun dari 20 suku kata |
Misalnya cerita tentang kepahlawanan Jaka Tingkir, cerita fabel tentang Kancil, cerita legenda tentang keberadaan Nyi Roro Kidul sebagai penguasa Ratu Laut Selatan Jawa.
Di samping itu di dalam sastra Jawa dikenal kitabkitab yang disebut primbon. Kitab primbon berisi perhitungan hari baik, astrologi Jawa, dan makna mimpi yang dalam kehidupan masyarakat tradisional Jawa masih sangat dipegang teguh sampai sekarang.
Kitab ini juga digunakan sebagai pedoman terutama, jika hendak mengadakan hajatan besar, misalnya perkawinan.
Dalam upaya mengangkat sastra daerah, khususnya sastra Jawa, pemerintah berupaya memasukkan pelajaran bahasa Jawa sebagai salah satu pelajaran muatan lokal yang wajib diberikan kepada siswa di tingkat SD sampai SLTA.
Seni sastra masyarakat suku bangsa Bali
Seperti halnya masyarakat adat suku bangsa Jawa, masyarakat adat suku bangsa Bali memiliki kesusastraan yang sangat kompleks pula.
Masyarakat Bali di samping memiliki bahasa Bali sebagai bahasa pergaulan sehari-hari juga memiliki huruf Bali yang hampir mirip dengan huruf Jawa.
Masyarakat adat suku bangsa Bali juga mengenal perhitungan kalender Hindu-Bali dan kalender Jawa-Bali.
Dalam kalender Hindu-Bali satu tahun terdiri atas 12 bulan yang lamanya antara 354 hari sampai 356 hari. Perhitungan tersebut didasarkan pada kedua bagian bulan mengecil, atau disebut panglong.
Perhitungan kalender Jawa-Bali dalam satu tahun ada 30 wuku. Setiap wuku tujuh hari lamanya, sehingga dalam satu tahun ada 210 hari. Berdasarkan perhitungan kalender Jawa-Bali maka ditetapkan kapan diadakan hari raya Galungan dan Kuningan.
Seni sastra masyarakat suku bangsa Bugis
Bahasa pergaulan sehari-hari pada suku bangsa Bugis adalah bahasa Ugi, sedangkan pada suku bangsa Makassar menggunakan bahasa Mangasara. Banyak sekali naskah-naskah sastra kuno bangsa Bugis dan Makassar yang ditulis pada daun lontar.
Naskah-naskah kuno tersebut banyak yang tersimpan di Perpustakaan Yayasan Matthes di Makassar dan di Perpustakaan Universitas Leiden, negeri Belanda dan beberapa perpustakaan lain di Eropa.
Huruf yang dipakai dalam naskah kuno tersebut adalah aksara lontar. Aksara lontar merupakan sistem huruf yang berasal dari bahasa Sanskerta.
Sejak permulaan abad ke-17 sewaktu agama Islam dan kesusasteraan Islam masuk ke Sulawesi Selatan, naskah-naskah kuno tersebut dituliskan dalam huruf Arab yang disebut sebagai aksara serang.
Buku sastra yang terpenting adalah buku Sure Galigo. Buku Sure Galigo merupakan himpunan besar dari mitologi yang bagi masyarakat adat suku bangsa Bugis-Makassar masih memiliki nilai yang amat keramat. Selain itu masih terdapat berbagai jenis buku sastra, antara lain sebagai berikut.
- Paseng adalah buku himpunan undang-undang.
- Rapang adalah buku berisi peraturan-peraturan dan keputuan-keputusan adat.
- Attoriolong adalah buku berisi silsilah raja-raja.
- Pau-pau adalah buku cerita kepahlawanan yang dibumbui sifat-sifat legendaris.
- Kotika adalah buku yang berisi pengetahuan ilmu gaib.
- Buku-buku yang berisi syair, dongeng rakyat, dan cerita roman.