Berikut ini akan dijelaskan mengenai sejarah kerajaan medang kamulan, kerajaan medang kamulan, medang kamulan, kerajaan medang, peninggalan kerajaan medang kamulan, silsilah kerajaan medang kamulan, lokasi kerajaan medang kamulan, prasasti mpu sindok, kerajaan airlangga, sumber sejarah kerajaan medang kamulan, kehidupan sosial kerajaan medang kamulan.
Kerajaan Medang Mataram
a. Lokasi Pusat Pemerintahan Kerajaan Medang Kamulan
Pada masa pemerintahan Raja Wawa, diperkirakan ibu kota Mataram sempat dipindahkan ke Medang (925 M), tepatnya di sekitar daerah Purwodadi, Semarang.
Kerajaan Mataram pada masa itu dikenal dengan sebutan Medang Kamulan, seperti tercantum dalam prasasti Canggal yang menyebut kata-kata Medang i bhumi Mataram.
Raja Wawa kemudian digantikan oleh menantunya, Mpu Sindok, yang memindahkan seluruh Kerajaan Medang ke Jawa Timur dan menyebut kerajaannya dengan nama Medang Mataram. Ibu kota kerajaan ini terletak di Watan Mas, sekitar muara Sungai Brantas.
Alasan Mpu Sindok memindahkan Medang Mataram ke Jawa Timur adalah;
1) untuk menghindari bahaya gunung berapi,
2) menjauhkan diri dari ancaman Sriwijaya, serta
3) tanah di Jawa Timur lebih subur untuk pertanian dan baik pula untuk perdagangan.
Dalam perkembangannya, wilayah Medang Mataram meliputi daerah Nganjuk sebelah barat, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.
b. Sumber Sejarah Kerajaan Medang Kamulan
Beberapa prasasti yang mengungkapkan keberadan Medang Mataram sebagai berikut.
- Prasasti Tengaran (933 M) menyebutkan bahwa Mpu Sindok memerintah bersama istrinya, Sri Wardani Pu Kbin (Rakryan Bawang).
- Prasasti Lor (939 M) dekat Nganjuk, berisi perintah membuat candi bernama Jayamrata dan Jayastambo di desa Anyok Lodang untuk memeringati kemenangan Mpu Sindok.
- Prasasti Bangil berisi pembuatan candi untuk pemakaman ayahanda Mpu Sindok dan sang permaisuri, Rakryan Bawang.
- Prasasti Kalkuta (1041) yang dikeluarkan Airlangga.
c. Perkembangan politik
Raja-raja yang terkenal dari Medang Mataram sebagai berikut.
1) Raja Mpu Sindok
Raja ini bergelar Mpu Sindok Sri Isyanatunggadewa. Ia adalah pendiri dinasti Isyana. Sebagai pendiri dinasti, Mpu Sindok pulalah yang meletakkan dasar-dasar kerajaan di Jawa Timur.
Setelah Mpu Sindok wafat, penggantinya tidak ada yang cukup mampu sehingga Medang Mataram mengalami masa suram.
2) Raja Dharmawangsa
Semula raja ini sempat memajukan perekonomian Medang Mataram dengan menguasai beberapa daerah pantai milik Sriwijaya. Sempat juga menyerang Bali dan Sukadana (Kalimantan).
Akan tetapi, pada tahun 1016 ketika tengah menikahkan putrinya dengan Airlangga, kerajaan ini diserang oleh Raja Wurawari dari Wengker. Dalam peristiwa yang disebut Pralaya Medang ini, Raja Dharmawangsa beserta beberapa kerabat istana wafat.
3) Raja Airlangga
Ketika terjadi Pralaya Medang, Airlangga dan pengikut setianya, Narottama, berhasil lari dan bersembunyi di lereng Gunung Kelud.
Setelah berhasil mengalahkan Raja Wurawari, Airlangga kembali ke Medang dan naik takhta menggantikan Dharmawangsa (1019).
Gelarnya Sri Maharaja Rake Halu Lokeswaram Dharmawangsa Airlangga. Ia kemudian memindahkan ibu kota Medang Mataram ke Kahuripan pada tahun 1037.
Airlangga mengeluarkan prasasti Kalkuta (1041) yang isinya:
a) menguraikan silsilah Airlangga (Airlangga adalah putra Raja Udayana dari Bali),
b) kisah peristiwa penyerangan Raja Wurawari dari Wengker,
c) kisah pelarian Airlangga ke Bukit Wonogiri diikuti Narottama,
d) pendirian pertapaan di Pucangan, dan
e) peperangan Airlangga dengan Raja Wurawari.
Usaha-usaha Airlangga mengembalikan Kerajaan Medang Mataram (selanjutnya dikenal pula sebagai Kerajaan Kahuripan) sebagai berikut.
- Menguasai Sriwijaya dengan mengawini putri dari Sriwijaya yang melahirkan Samarawijaya dan Panji Garasakan.
- Membangun bendungan Waringin Sapto.
- Membangun pelabuhan Kambang Putih di Tuban.
Agama yang dipeluk Airlangga adalah Hindu Wisnu, tampak dari arca-arca yang ditemukan di candi Belahan, di mana Airlangga dipatungkan sebagai Wisnu yang tengah mengendarai Ganda.
Kesusastraan pada masa pemerintahan Airlangga cukup maju. Antara lain yang terkenal adalah kitab Arjunawiwaha karangan Mpu Kanwa (1030) dan kitab Calon Arang (anonim).
Sebelum mengundurkan diri dari takhta, Airlangga membagi dua wilayah kerajaannya. Tugas membagi dua kerajaan ini dengan adil diserahkan kepada Mpu Baradha.
Mpu Baradha terkenal karena kesaktiannya. Wilayah Kahuripan dibagi menjadi Jenggala/Kahuripan/Singasari yang diberikan kepada Panji Garasakan dan Panjalu/Kediri/Daha yang diberikan kepada Samarawijaya.
Batas kedua kerajaan adalah Gunung Kawi, sebelah utara Gunung Kawi adalah milik Kerajaan Panjalu dan sebelah selatan Gunung Kawi adalah wilayah Kerajaan Jenggala.
Alasan pembagian kerajaan ini adalah sebab Putri Mahkota, Sri Sanggramawijaya tidak bersedia menjadi raja dan memilih menjadi pertapa.
Itulah sebabnya Airlangga membangun pertapaan di Penanggungan. Dalam pertapaannya di Penanggungan tersebut, Sri Sanggramawijaya mendapat gelar Dewi Kilisuci.
Untuk menghindari pertengkaran antara kedua putra selir, Panji Garasakan dan Samarawijaya, Airlangga memerintahkan Kahuripan (Medang Mataram) dibagi dua. Namun, setelah Airlangga wafat, peperangan tetap terjadi dan dimenangkan oleh Panjalu (Kediri) dipimpin Jayabaya.