Berikut ini akan kita bahas mengenai artikel westernisasi, westernisasi, pengertian westernisasi, modernisasi, pengertian modernisasi, westernisasi adalah, contoh westernisasi, makalah westernisasi, dan juga dampak westernisasi.
Pengertian Westernisasi
Westernisasi adalah sebuah arus besar yang mempunyai jangkauan politik, sosial, kultural dan teknologi. Arus ini bertujuan mewarnai kehidupan bangsa-bangsa, terutama kaum muslimin, dengan gaya Barat. Dengan cara menggusur kepribadian Muslim yang merdeka dan karakteristiknya yang unik. Kemudian kaum muslimin dijadikan tawanan budaya yang meniru secara total peradaban Barat.
Sekarang kebudayaan bangsa Indonesia sudah meniru kebarat-baratan. Usaha mereka telah berhasil. Apalagi ditunjang dengan tampilnya acara-acara TV yang terlalu berkiblat pada peradaban Barat.
Kini jati diri kepribadian Muslim hanya tampak pada sebagian kecil ummat. Bangga dengan kebiasaan dan adat orang-orang kafir, sementara dengan adatnya sendiri merasa risih dan malu sudah nampak jelas di sebagian kalangan ummat Islam.
Sejarah berdiri dan tokoh-tokohnya
Pada akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19, orang-orang yang berpandangan Timur di dunia Islam, mulai memodernisasi dan memperkuat tentara mereka dengan cara mengirim kader-kadernya ke negara-negara Eropa, atau dengan mendatangkan para ahli dari Barat untuk mengajar dan membuat perencanaan bagi kebangkitan modern.
Hal ini dilakukan dalam rangka menghadapi usaha keras orang orang Barat dalam memperluas pengaruh kolonialisme mereka sesudah masa kebangkitan Eropa.
Sultan Mahmud II telah menguasai janisari (prajurit Turki pada masa khilafah) Osmaniyah tahun 1826 M dan menginstruksikan kepada orang-orang militer dan sipil supaya memakai pakaian Eropa.
Tahun 1255 H/1839 M Abdul Majid, salah seorang pengusa kesultanan Osmani, mengedarkan sebuah brosur yang isinya memperbolehkan non muslim menjadi anggota dinas militer.
Malah Sultan Salim III mendatangkan para teknisi dari Swedia, Perancis, Hongaria dan Inggris dalam rangka mendirikan sebuah Akademi Militer dan Angkatan Laut.
Muhammad Ali, Gubernur Mesir yang berkuasa tahun 1805 M, membentuk pasUkan tentara sistem Eropa. Selain itu ia sengaja mengirim tenaga-tenaga Al-Azhar ke Eropa untuk mendalami berbagai disiplin ilmu.
Ahmad Basya Bey I membangun tentara reguler di Tunisia. Kemudian ia membangun akademi militer yang pengajarnya dari perwira-perwira Perancis, Italia dan Inggris.
Tahun 1852 M dinasti Qajar di Iran membuka sebuah akademi model Barat, yaitu Akademi Sceince dan Seni.
Perjalanan westernisasi dapat ditelusuri sejak tahun 1860 M ketika gerakan ini memulai aktifitasnya di Libanon melalui para zending Kristen. Dari sanalah kemudian merambat ke Mesir. Di bawah naungan Khudaiwi Ismail yang akan menjadikan Mesir sebagai bagian dari Eropa.
Rifa’ah Thahthawi dikirim untuk belajar di Perancis. Di sana ia tinggal selama 5 tahun (1826-1831 M). sarjana lai yang bertugas belajar di Perancis adalah Khairuddin al-Tunisia.
Di Perancis ia menghabiskan waktu selama 4 tahun (1852-1856 M). setelah kembali keduanya menyebarkan ide-ide untuk menata masyarakat dengan dasar sekulerisme rasional.
Sejak tahun 1830 M para sarjana lulusan Eropa yang telah kembali ke negeri masing-masing mulai menerjemahkan buku-buku Voltaire, Rousseau, Montesquieu dan lain-lain.
Penerjemahan ini bertujuan menyebarkan pemikiran Eropa yang memberontak menentang agama, yang muncul pada abad ke-18.
Cromer mendirikan Akademi victoria di Iskandariyah. Tujuannya ialah untuk medidik generasi anak-anak para pejabat, tokoh dan pembesar dengan pola Inggris agar mereka bisa menjadi alat transformasi dan penyebaran peradaban Barat di masa mendatang.
Lord Loyd, Gubernur Inggris di Mesir, ketika meresmikan akademi tersebut pada tahun 1836 mengataka, “Untuk menginggriskan mereka tidak memerlukan waktu lama, terutama jika ada 10 orang yang terpercaya diantara dosen dan mahasiswa-mahasiswanya.”
Orang-orang Nashrani Syam adalah orang yang pertama kali malakukan kontak dengan para zending dan missi Kristen serta menerima kebudayaan Perancis dan Inggris.
Mereka juga menggalakan sekularisme liberalistik. Mengapa demikian ? mereka tidak memiliki loyalitas kepada Daulah Utsmaniyah.
Hal itu mewujud dalam kekaguman mereka terhadap Barat dan seruan mereka supaya mengekor dan mengikuti cara-cara Barat. Fenomena itu muncul pada surat-surat kabar yang mereka terbitkan.
Nashif Yazji (1800-1871 M) dan anaknya, Ibrahim Yazji (1847-1906 M) mempunyai hubungan kuat dengan para missionaris Anglikan Amerika.
Butrus Bustani (1819-1883 M) pada tahun 1863 M mendirikan sebuah sekolah bahasa Arab dan science modern.
Dengan demikian ia adalah orang Masehi pertama yang menyeru kepada Arabisme dan nasionalisme. Slogan yang didengungkannya ialah, “Cinta tanah air sebagian dari iman.”
Ia menerbitkan sebuah harian berbahasa Arab Al-Janan pada tahun 1870 M. harian ini sempat hidup selama 16 tahun. Resminya ia menjadi penerjemah pada Konsulat Amerika di Beirut. Bersama dua orang Amerika, Smith dan Van Dyck, ia menerjemahkan Protestanisme bagi Taurat .
Tokoh lainnya ialah Jurji Zaidan (1861-1914 M), seorang pendiri majalah terkenal Al-Hilal di Mesir tahun 1892 M. Ia dikenal sebagai orang yang luas hubungannya dengan missionaris Amerika.
Ia merupakan penulis roman dan novel sejarah yang penuh dusta dan membuat tuduhan palsu terhadap Islam dan ummatnya.
Sulaiman Taqla, pendiri harian Al-Ahram di Mesir. Ia merupakan anak didik Van Dyck, seorang zending Kristen di Libanon. Kemudian pada tahun 1884 harian tersebut pindah ke Mesir.
Jamaluddin Al-Afghani (1838-1897 M), seorang laki-laki yang peranan-peranannya di pandang aneh. Kehidupanya penuh misteri.
Ia banyak melanglang buana di dunia Islam, baik di Timur ataupun di Barat. Ia termasuk orang yang berhasil memasukkan sistem perkumpulan rahasia modern ke Mesir dan menjadi salah satu anggota perkumpulan Free Massonry. Selain itu ia juga dikenal sebagai orang yang sangat erat hubungannya dengan Mr. Blunt dari Inggris.
Tentang Jamaluddin Al-Afghani, Rasyid Ridha berkata, “Ia cenderung kepada faham ‘wihdatul wujud’. Sedangkan persepsinya tentang asal usul manusia ia berteori mirip dengan Darwin.”
Muhammad Abduh (1849-1905 M), salah seorang murid Afghani yang paling menonjol dan pembantu dekatnya dalam mengasuh majalah Al-‘Urwatu al-Wutsqa. Dia dikenal sebagai orang yang punya hubungan baik dengan Lord Cromer dan W.S. Blunt.
Aliran Muhammad Abduh, termasuk di antaranya Rasyid Ridha adalah menyeru penghantaman taqlid dan menuntut supaya hukum Islam ditinjau kembali.
Dari fatwa-fatwa mereka muncul pula beberapa pendapat yang bersandar pada ta’wil terhadap nash-nash yang jauh dari batas toleransi. Tampaknya Abduh ingin menta’wil nash-nash yang dapat mendekatkan Islam dengan peradaban Barat.
Selain itu juga ia menyerukan dimasukkannya materi science modern ke Universitas Al-Azhar. Sebuah upaya mengembangkan dan memodernisasi Al-Azhar, katanya. W.S. Blunt, seorang orientalis kenamaan yang tak asing bagi dunia Arab.
Ia bersama isterinya berkeliling di dunia Arab dengan memakai pakaian Arab dan menyeru nasionalisme Arab serta mendirikan ‘Khilafah’ Arabiyah sebagai upaya menghancurkan persatuan Islam.
Sa’ad Zaghlul, Menteri Pendidikan Mesir tahun 1906. Ia dikenal sebagai orang yang benar-benar menerapkan ide usang Cromer. Ia juga menyerukan didirikannya Sekolah Peradilan Islam. Tujuannya ialah untuk membuat saingan Al-Azhar dalam pengembangan pemikiran Islam.
Ahmad Luthfi Sayyid (1872-1963 M), salah seorang tokoh pendiri partai Al-Ahrar al-Dusturiyyin (orang-orang konstitusi bebas) yang secara politis memisahkan diri dari Sa’ad Zaghlul. Ia terkenal sebagai orang yang bersemangat menyerukan fanatisme kedaerahan yang sempit.
Dialah pencetus sebuah slogan yang populer pada tahun 1909 di Mesir, “Mesir untuk Mesir.” Ia pernah menjadi pejabat Urusan Persatuan Mesir sejak pemerintah Mesir menyerahkannya pada tahun 1916 sampai kira-kira tahun 1941 M.
Tokoh lain yang tidak asing lagi bagi ide pembaratan di dunia Islam ialah Thaha Husen (1889-1973 M). Ia merupakan murid langsung Durkheim.
Dua bukunya berjudul Al-Syi’ru al-Jahili dan Mustaqbal al-Tsaqafah fi Mashr (Syair Jahiliyah dan Masa Depan Kebudayaan di Mesir) dinilai mengandung ide-ide dia yang paling berbahaya yang disebarkannya.
Dalam Al-Syi’ru al-Jahili halaman 26 ia berkata, “Taurat telah menceritakan kepada kita tentang Ibrahim dan Isma’il. Juga Al-Qur’an. Tetapi diceritakannya dua nama tersebut di dalam Taurat dan Al-Qur’an belum cukup menjadi bukti keberadaan dua tokoh tersebut secara historis.”
Selanjutnya dia mengatakan, “Orang-orang Quraisy benar-benar siap menerima mitologi ini pada abad ke-8 Masehi.”
Di tempat lain, dalam bukunya itu dia meniadakan mata rantai nasab Rasulullah SAW kepada pembesar-pembesar Quraisy.
Dalam satu ceramahnya tentang sastra dan bahasa, ia mengawali dengan memuji Allah dan membaca shalawat untuk Rasulullah SAW.
Kemudian ia berkata, “Sebagian pendengar mungkin akan mentertawakan saya setelah mendengar ceramah ini. Karena saya mengawali ceramah ini dengan memuji Allah dan membaca shalawat untuk Rasulullah SAW. Suatu hal yang bertentangan dengan tradisi zaman modern.” (Majalah Al-Hilal, edisi Oktober dan Nopember 1911 M).
Kemajuan westernisasi berkembang pesat setelah orang-orang Ittihad (Persatuan) menguasai pemerintahan Turki Utsmani dan jatuhnya Sultan Abdul Hamid pada tahun 1924 M
Kemudian pada tahun 1924 M pemerintahan Turki baru yang dipimpin Kamal Ataturk menghapus sistem khilafah Utsmaniyyah. Perubahan inilah yang menyeret Turki ke jurang sekularisme modern. Dengan keras dan kejam gerakan westernisasi dalam segala bentuknya dipaksakan di bumi Turki.
Pada tahun 1925 buku Ali Abdul al-Raziq berjudul Al-Islam wa Ushul al-Hukmi (Islam dan pokok-pokok pemerintahan) terbit di Mesir.
Buku ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Urdu. Di dalam buku ini pengarang berusaha keras meyakinkan pembaca bahwa Islam hanyalah agama, bukan negara.
Tetapi pemikiran semacam ini tidak berkembang di dunia Islam. Misalnya Smith menunjuk dia ketika mengatakan bahwa kebebasan sekuleristik dan internasionalisme tidak akan berkembang di dunia Islam kalau tidak ditafsirkan secara Islam yang dapat diterima.
Buku Al-Islam wa Ushul al-Hukmi telah dilarang terbit dan pengarangnya dinyatakan harus dihukum oleh ulama Al-Azhar pada tanggal 12/8-1925. Pikirannya mendapat tantangan keras dari kelompok ulama.
Ia pernah memimpin majalah Rabithah Syarqiyyah dan mengadakan upacara penganugerahan penghargaan untuk Ernest Renan di Universitas Mesir.
Upacara ini diselenggarakan dalam rangka memperingati seratus tahun meninggalnya orientalis tersebut. Ernest Renan adalah orientalis yang gigih menyerang orang-orang Arab dan kaum Muslimin.
Mahmud ‘Azmi, salah seorang propagandis fir’aunisme terbesar do Mesir ini, belajar tentang orientalisme kepada Durkheim. Ia pernah berkata kepada Muhammad ‘Azmi, “Jika Anda berbicara masalah ekonomi, maka jangan sebut-sebut syari’ah. Jika Anda membicarakan syari’ah, jangan sebut-sebut ekonomi.”
Pendukung westernisasi lain ialah Manshur Fahmi (1886-1959 M). Ia pernah mengajukan disertasi doktornya kepada Levy Bruhl yang berisi serangan terhadap sistem perkawinan dalam Islam.
Di dalam disertasinya itu ia berkata, “Muhammad telah membuat undang-undang untuk semua manusia. Tetapi untuk dirinya sendiri banyak perkecualiannya.” Lebih lanjut dia menyatakan, “Hanya saja ia (Muhammad) telah meringankan mahar dan saksi untuk dirinya sendiri.”
Tetapi pada tahun 1915 dia sendiri mengkritik gerakan westernisasi. Ia mengakui terus terang terhadap kesalahan-kesalahan pemikirannya yang telah di bawa oleh Thaha Husein bersama alirannya.
Ismail Mazhhar, salah seorang tokoh aliran westernisasi (Majalah Al-‘Ushur) yang kemudian berubah menjelang masa kebangkitan modern.
Salah seorang murid Thaha Husain yang terkemuka ialah Zaki Mubarak. Ia banyak belajar kepada orang-orang orientalis. Ia pernah menulis disertasi tentang Ghazali dan Ma’mun.
Dalam disertasinya itu ia menyerang Ghazali habis-habisan. Tetapi ia kemudian sadar kembali dan menulis sebuah artikel yang terkenal, sebagai kritik atas disertasinya sendiri, berjudul “Ilaika A’tadziru Ayyuha al-Ghazali.” (Aku Mohon Maaf Padamu Wahai Ghozali).
Muhammad Husein Haikal (1888-1956 M), pemimpin redaksi harian “Siyasah.” Ia termasuk tokoh westernisasi yang menonjol. Ia dikenal sebagai seorang yang mengingkari peristiwa Isra’ dan Mi’raj, baik dengan ruh ataupun dengan jasad.
Pengingkarannya itu bertolak dari pandangan rasionalistik (Hayatu Muhammad). Tetapi kemudian dia dinilai berubah sikap menjadi sangat moderat. Dalam kata pengantar buku “Fi Manzili al-Wahyi” ia mengungkapkan orientasi barunya di dalam pemikiran Islam.
Amin Khuli adalah dosen ilmu tafsir dan balaghah di universitas Mesir yang selalu mempromosikan ide-ide Thaha Husein dalam mempropagandakan pengkajian Al-Qur’an melalui pendekatan sastera murni, tanpa mengindahkan aspek keagamaan. Sepak terjangnya berjalan sampai tahun 1949 dan berakhir setelah dibongkar habis oleh Mahmud Syalthut.
Syibli Syumail (1860-1917 M) seorang penganjur sekulerisme yang menggebu-gebu dalam menyerang nilai-nilai agama dan akhlak.
Pemikiran dan doktrin-doktrinnya
Pertama : Indikasi adanya ide westernisasi
Rasulullah SAW bersabda, “Kamu pasti akan mengikuti tradisi orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal atau sehasta demi sehasta. Sehingga jika mereka masuk ke lubang biawak sekalipun kamu akan ikut masuk pula.”
Ibnu Khaldun berkata, “Orang kalah selalu erkeinginan mengikuti yang menang dalam segala hal; dalam berpakaian, berperilaku dan adat kebiasaannya.”
Seorang orientalis Inggris H.A.R.Gibb dalam bukunya Wither Islam berkata, “Di antara fenomena penting politik westernisasi di dunia Islam ialah tumbuhnya perhatian membangkitkan kembali peradaban-peradaban klasik.”
Dalam pembahasannya itu ia berterus terang menyatakan bahwa sasaran pembahasan ialah untuk mengetahui “Sejauh mana gerakan westernisasi ini mencapai Timur dan faktor apa saja yang menjadi penghambatnya.”
Ketika Lord Allenby memasuki Al-Quds tahun 1918 ia berteriak, “Sekarang tamatlah perang.”
Lawrence Brown berkata, “Ancaman hakiki terhadap peradaban Barat terkandung di dalam sistem Islam dan kemampuan expansinya, ketundukan dan dinamika ajarannya. Islam adalah satu-satunya tembok penghalang bagi kolonialisme Barat.”
Munculnya berbagai imbauan yang menyerukan dunia Islam supaya mengikuti pola peradaban Barat. Adanya penggalakan ide pembentukan pemikiran Islam yang maju, yang menjustifikasi model Barat.
Tujuannya ialah menghapus keunikan karakteristik kepribadian Islam, agar kemantapan hubungan antara Barat dan dunia Islam terwujud, dan mengabdi kepada kepentingan Barat.
Bermunculannya seruan yang bersifat nasionalistik dan pengkajian sejarah kuno serta ajakan kebebasan yang dipandang sebagai asas kemajuan bangsa.
Berbarengan dengan itu ditonjolkannya sistem ekonomi Barat dengan penuh pesona dan kekagumana serta diulang-ulanginya pembicaraan mengenai poligami dalam Islam, pembatasan thalaq dan ikhtilath (pencampuran) antara pria dan wanita.
Tersebarnya ide internasionalisme dan humanisme yang oleh pendukungnya dianggap sebagai jalan menuju kesatuan idiologi bagi seluruh ummat manusia yang mampu mengikis segala perbedaan agama dan etnis dalam rangka mewujudkan perdamaian dunia. Agar bumi ini menjadi satu negara yang beragama dan berbahasa satu serta budaya sama.
Tipu daya tersebut merupakan upaya pengebiran pemikiran Islam dan mengeliminasinya dari kenyataan hidup, serta menempatkannya pada salon-salon yang dikuasai para pendukung idiologi dunia yang sedang berkuasa.
Tersebarnya idiologi nasionalisme merupakan langkah menuju westernisasi pada abad ke-19. Idiologi ini di transfer dari Eropa ke Arab, Iran, Turki, Indonesia dan India.
Tujuannya untuk merobek-robek kesatuan dunia Islam dan mencingcangnya menjadi bagian-bagian kecil berdasarkan ikatan geografis. Akibatnya bermunculan negara-negara nasional berdasarkan asal-usul ras, darah dan keturunan yang sama.
Meningkatnya perhatian orang dalam membangkitkan peradaban klasik, H.A.R.Gibb berkata, “Di antara fenomena penting polotik westernisasi di dunia Islam ialah tumbuhnya perhatian untuk membangkitkan kembali peradaban-peradaban klasik yang berkembang pesat di berbagai negara, yang dewasa ini cukup meyibukan kaum muslimin.
Perhatian dunia Islam sekarang inimasih terbatas pada kuatnya permusuhan terhadap Eropa. Tetapi di masa mendatang tidak mustahil hal itu akan memegang peranan penting di dalam memperkuat nasionalisme-nasionalisme lokal dan memperkokoh sendi-sendinya.”
Rockefeller, Yahudi fanatik ini, pernah mengeluarkan dana 10 juta dolar Amerika untuk pembangunan musium peninggalan fir’aun di Mesir dan mendirikan sebuah akademi arkeologi di negeri itu.
Munculnya perhatian orang untuk mengkaji tokoh (pribadi) misterius di dalam sejarah Islam, seperti Sukhrowardi, Ibnu Rowandi dan Abu Nawas.
Louis Massignon, seorang orientalis terkenal, telah melakukan penelitian terhadap Al-Hallaj. Pada tahun 1912 hasil penelitiannya diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Al-Hallaj al-Shufi al-Syahid fi al-Islam (Al-Hallaj adalah shufi syahid di dalam Islam). Kitab-kitab Al-Hallaj kemudian ditahqiq dan diedarkan secara meluas. Demikian juga kumpulan puisinya.
Munculnya perhatian di dunia Islam untuk menyebarkan dan mendukung gerakan-gerakan sesat seperti Qadianisme, Bahaisme, Chauvinisme, Fir’aunisme, Finiqisme dan Barbarisme.
Kemudian muncul pula kecenderungan untuk menghidupkan kembali aliran-aliran seperti Qaramithah dan Gerakan Negro, dengan dalih bahwa semua itu merupakan gerakan kemerdekaan revolusioner di dunia Islam.
Selain itu disanjung-sanjung pula pribadi-pribadi yang berbahaya seperti Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898 M), Amir Ali(1849-1928 M), Namiq Kamal (1840-1888 M), Abdul Haq Hamid(1851-1937 M), Taufiq Fikrat (1870-1915 M) dan Sanggulaji (1890-1943).
Kolonialisme, Orientalisme, Komunisme, Free Massonry dengan seluruh cabang-cabangnya, Zionisme dan para propagandis penyatuan agama, semuanya bersatu mendukung gerakan westernisasi.
Tujuannya adalah untuk menghancurkan dunia Islam menjadi berkeping-keping, menundukkannya hingga menjadi makanan yang empuk bagi mereka.
Fenomena lain ialah tersebarnya aliran-aliran yang merusak Islam seperti Freudisme, Darwinisme, Marxisme, slogan pengembangan moral (Levy Bruhl) dan pengembangan masyarakat (Durkheim).
Juga berkembangnya perhatian terhadap existensialisme, sekularisme, liberalisme, pengkajian tentang tashawuf Islam, seruan nasionalisme, sukuisme dan kebangsaan.
Selain itu tumbuh kecenderungan berkembangnya ide pemisahan antara agama dan negara, upaya pendangkalan agama, penyerangan terhadap Islam,wahyu, Rasul dan sejarah Islam.
Kemudian lahir pula sikap ragu terhadap nilai-nilai Islam dan seruan membebaskan orisinalitas dan keunikan Islam serta menumbuhkan takut mati dan kemiskinan.
Semua itu bertujuan mencabut fikrah jihad dari akal dan kalbu kaum Muslimin. Berbarengan dengan itu disebarkan pula isu bahwa penyebab kemunduran bangsa Arab dan ummat Islam adalah Islam.
Munculnya anggapan bahwa Al-Qur’an merupakan luapan akal budi disertai dengan sanjungan terhadap kejeniusan Muhammad SAW, kecemerlangan dan kebersihan jiwanya. Ini merupakan langkah awal untuk menghapus sifat kenabian yang ada pada diri Muhammad.
Kedua : Konferensi-konferensi tentang westernisasi
1. Konferensi Baltimore, tahun 1942. Dalam konferensi ini direkomendasikan supaya digalakkan pengkajian Islam dan mengintodusir gerakan-gerakan rahasia ke dalam tubuh ummat.
2. Tahun 1947 di Universitas Princeton, Amerika Serikat diadakan konferensi yang bertujuan melakukan pengkajian terhadap masalah-masalah kultural dan sosial di Timur Dekat.
Hasil konferensi diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Terjemahan ini menduduki urutan ke 116 dari proyek pengadaan 1000 buah buku di Mesir. Dalam konferensi ini hadir antara lain T. Cuyler Young, Habib Kurani, Abdul Haq Edward dan Louis Thomas.
3. Konferensi tentang kebudayaan Islam dan kehidupan modern di universitas Princeton pada musim panas tahun 1953 M.
Hadir dalam konferensi ini para pemikir seperti Mill Broze, Harold Smith, Raphael Patai, Harrold Allen, John Croswell, Syaikh Mushthafa Zarqa, Kenneth Cragg, Isytiyaq Hussein dan Fazlur Rahman dari India.
4. Konferensi ke III direncanakan di Lahore, Pakistan tahun 1955, tetapi gagal. Rencananya akan mengikutsertakan pakar-pakar dan peneliti Muslim serta para orientalis dalam mengarahkan kajian-kajian tentang Islam.
5. Tahun 1953 diselenggarakan konferensi gabungan Islam – Kristen di Beirut Lebanon. Kemudian di Iskandariyah, lalu berturut-turut diselenggarakan di Roma dan negara-negara lain berupa pertemuan dan seminar-seminar dengan maksud yang sama.
Ketiga : Buku-buku tentang westernisasi yang berbahaya
1. Islam Modern History karangan W.C. Smith, direktur Institute of Islamic Studies dan guru besar ilmu perbandingan agama pada Mc. Gill Unversity Kanada.
Ia meraih gelar doktor dari Princeton University tahun 1948 di bawah bimbingan orientalis terkenal H.A.R. Gibb. Ia pernah menjadi mahasiswanya ketika Smith belajar di Cambridge University. Buku ini menyerukan liberalisme, sekulerisme dan pemisahan antara agama dan negara.
2. Wither Islam karangan H.A.R. Gibb yang diterbitkan di Libanon pada tahun 1932. Buku ini disusun bersama sejumlah orang-orang orientalis. Isinya berupa kajian penting tentang sebab-sebab terhambatnya proses westernisasi, cara mengembangkan dan mamajukannya.
3. Protokolat hakim-hakim zionisme yang muncul di seluruh dunia tahun 1902 M. buku ini pernah dilarang masuk ke Timur Tengah dan dunia Islam sampai kira-kira tahun 1952 M, yakni beberapa tahun setelah berdirinya negara Israel di jantung dunia Arab dan Islam.
Dapat dipastikan, pelarangannya itu berkaitan erat dengan pengkhidmatan Yahudi terhadap gerakan westernisasi secara umum.
4. Buku-buku yang berisi gambaran tentang figur-figur sebagai tokoh Islam dalam bentuk usang, cabul dan palsu, seperti gambaran dalam buku Seribu Satu Malam, Harun al-Rasyid, kisah yang ditulis Jurji Zaidan.
Demikian pula buku-buku yang bersandar pada mithologi klasik yang diramu ke dalam sejarah Islam seperti buku ‘Ala Hamisi al-Sirah oleh Thaha Husein dan buku buku yang mengingkari kenabian dan wahyu seperti buku Muhammad Rasulu al-Hurriyah (Muhammad Rasul Pembebas) oleh Syarqawi.
Akar pemikiran dan sifat idiologinya
Pasukan salib telah menderita kekalahan berulang kali setelah perang Hiththin. Orang-orang Turki Osmani menaklukan ibukota Bizantium dan pusat gereja mereka pada tahun 1453 M.
Kemudian kota tersebut dijadikan ibu kota Turki dan namanya diubah menjadi Istambul, yakni Dar al-Islam (Negara Islam).
Selain itu pasukan Islam Turki dapat sampai ke Eropa dan menggempur Wina pada tahun 1529 M. penggempuran ini berlangsung sampai tahun 1683 M. semua itu diawali dengan jatuhnya Andalusia yang dijadikan pusat pemerintahan dinasti Umawiyah.
Peristiwa-peristiwa tersebut mendorong munculnya westernisasi sebagai upaya menebus kekalahan yang mereka derita selama itu.
Sedangkan kristenisasi menjadi bagian tak terpisahkan dari westernisasi. Tujuan utamanya tidak lain yaitu untuk menghancurkan dunia Islam dari dalam.
Westernisasi pada hakikatnya merupakan perwujudan dari konspirasi Kristen-Zionis-Kolonialis terhadap ummat Islam. Mereka bersatu untuk mencapai tujuan bersama, yaitu membaratkan dunia Islam agar kepribadian Islam yang unik terhapus dari muka bumi ini.
Penyebaran dan kawasan pengaruhnya
Gerakan westernisasi telah mampu merembes hampir di setiap negara di dunia Islam dan negara-negara Timur.
Dengan diam-diam masyarakatnya terseret ke dalam peradaban Barat yang materialistik dan modern. Akibatnya mereka terikat oleh roda peradaban Barat.
Pengaruh westernisasi ini berbeda-beda antara satu negara dengan negara lain. Hal itu tampak jelas di Mesir, Iraq, Palestina, Suriah, Yordania, Turki, Indonesia dan Marokko.
Gerakan ini merembes ke seluruh dunia Islam. Akibatnya tidak ada satu negeri muslim atau negeri Timur yang tidak dirembesi oleh gerakan ini.