Berikut ini artikel yang membahas tentang perilaku menyimpang, proses pembentukan perilaku menyimpang, sikap anti sosial, sosialisasi yang tidak sempurna, kelompok sosial menurut soerjono soekanto, kerumunan, pengertian kerumunan, bentuk-bentuk kerumunan, publik, ciri masyarakat perkotaan, ciri ciri masyarakat kota.
Pembentukan Perilaku Menyimpang Akibat Proses Sosialisasi yang Tidak Sempurna
Perilaku menyimpang seseorang atau kelompok karena akibat proses sosialisasi yang tidak sempurna dan akan berakibat terjadinya benturan sehingga timbul kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur.
Kelompok sosial yang tidak teratur menurut Soerjono Soekanto, dibedakan menjadi 2 golongan, yakni kerumunan dan publik.
1. Kerumunan (Crowd)
Kerumunan adalah kumpulan orang yang tidak teratur, terjadi secara spontan. Kerumunan merupakan suatu kelompok sosial bersifat sementara. Kerumunan segera berakhir, setelah orang-orang bubar.
Ukuran utama adanya kerumunan, yaitu kehadiran orang-orang secara fisik. Kerumunan tersebut tidak terorganisasikan. Ia dapat mempunyai pimpinan dan tidak mempunyai sistem pembagian kerja.
Identitas sosial seseorang biasanya tenggelam kalau orang yang bersangkutan ikut serta dalam kerumunan. Untuk membubarkan suatu kerumunan diperlukan usaha-usaha tertentu sebagai berikut.
- Usaha mengalihkan pusat perhatian. Misalnya mengusahakan agar individuindividu sadar kembali akan kedudukan dan peranan yang sesungguhnya.
- Usaha lain yang dapat untuk menakuti mereka misalnya suatu demonstrasi, dibubarkan dengan gas air mata atau dengan tembakantembakan peringatan dari senjata api.
- Sering kali diusahakan dengan cara memecah belah pendapat umum kerumunan tersebut sehingga terjadi pertentangan antara mereka itu sendiri.
Sering dikatakan, bahwa kerumunan timbul dalam kelas-kelas organisasi sosial suatu masyarakat. Sifatnya yang sementara tidak memungkinkan terbentuknya tradisi dan kebudayaan tersendiri. Alat-alat pengendalian sosial juga tidak dipunyai karena sifatnya hanya spontan.
Individu-individu yang berkerumun, mereka berkumpul secara kebetulan saja di suatu tempat dan pada waktu yang bersamaan. Hal ini bukanlah berarti bahwa sama sekali tidak ada penyebab mengapa mereka berkumpul.
Dapat terjadi bahwa yang menjadi sebab karena mempergunakan fasilitas-fasilitas yang sama dalam memenuhi keinginan pribadinya.
Misalnya membeli karcis kereta api untuk bepergian, karcis THR, karcis bioskop, memesan makanan di restoran, menonton pertandingan tinju di GOR, melihat konser band di stadion, dan lain-lain. Semuanya itu terjadi karena penyaluran keinginan yang terdapat pada diri seseorang.
Bahkan, kerumunan terjadi disebabkan seseorang ingin meniru perbuatan orang lain, lalu diikuti oleh orang lain yang menyaksikannya. Norma-norma dalam masyarakat atau pemerintah sering membatasi terjadinya kerumunan.
Masyarakat tertentu melarang atau membatasi diadakannya demonstrasi. Suatu kerumunan yang sudah beraksi, bila datangnya pihak lain yang tidak bertanggung jawab mempunyai kecenderungan merusak.
Banyak bukti-bukti, bahwa kerumunan liar dianggap sebagai gejala sosial yang kurang disukai dalam masyarakat yang teratur. Sebaliknya ada kerumunan yang dapat diarahkan pada tujuan yang baik seperti kumpulan manusia yang menghadiri suatu ceramah keagamaan.
Oleh karena itu, kerumunan dapat dibedakan atas:
- kerumunan yang dikendalikan oleh keinginan-keinginan pribadi,
- kerumunan yang berguna bagi organisasi masyarakat yang timbul dengan sendirinya tanpa diduga sebelumnya.
Atas dasar perbedaan kerumunan tersebut, kita dapati bentuk-bentuk umum kerumunan sebagai berikut.
Kerumunan yang berartikulasi dengan struktur sosial. Kerumunan ini meliputi kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan dan kerumunan yang dialami sebagai penyalur keinginan saja.
Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum.
Kerumunan yang bertindak secara emosional. Mencapai suatu tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan fisik dan bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Bersifat immoral: kerumunan yang bersifat merusak moral.
Kerumunan yang bersifat sementara:
Kerumunan yang merupakan halangan tercapainya maksud seseorang.
Kerumunan orang-orang yang sedang dalam keadaan panik karena terkena bencana atau musibah lainnya.
Kerumunan penonton yang terjadi karena seseorang ingin melihat adanya kejadian tertentu.
2. Publik
Publik merupakan kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Hubungan publik terjadi secara tidak langsung melalui alat-alat komunikasi, seperti radio, telepon, televisi, film, dan lain-lainnya. Suatu publik mempunyai suatu pengikut lebih luas dan lebih besar jumlahnya.
Setiap aksi daripada publik diprakarsai oleh keinginan individual. Individu-individu dalam suatu publik masih mempunyai kesadaran kedudukan sosial yang sesungguhnya, dan masih lebih mementingkan diri sendiri daripada bergabung dalam kerumunan.
Di samping contoh yang dikemukakan di atas masih banyak perilaku menyimpang. Misalnya penyalahgunaan wewenang, aksi corat-coret di tembok atau pagar, perkelahian, pelanggaran norma-norma kesusilaan, kebut-kebutan, dan minum minuman keras.
Perilaku menyimpang yang dilaksanakan oleh pemuda atau pelajar ditandai dengan dua cara yang berlawanan, yakni sebagai berikut.
- Sikap melawan yang biasanya disertai dengan rasa takut, bahwa masyarakat akan hancur karena perbuatan-perbuatan menyimpang.
- Sikap apatis atau acuh tak acuh biasanya disertai rasa kekecewaan terhadap masyarakat.
Generasi muda biasanya menghadapi problem-problem sosial dan biologis. Kalau seseorang mencapai usia remaja maka secara fisik dia telah matang, tetapi untuk dapat dikatakan dewasa dalam arti sosial dia masih memerlukan faktor-faktor lainnya.
Mereka perlu banyak belajar tentang nilai-nilai dan norma masyarakat, lebih-lebih keadaan masyarakat dan kondisinya berbeda-beda sebagai berikut.
Pertama, Pada masyarakat yang masih sederhana, keadaan ini tidak menimbulkan persoalan. Sebab anak memperoleh pendidikan di lingkungan kekerabatannya. Perbedaan kedewasaan sosial dan biologis tidak terlalu menyolok, posisinya di masyarakat ditentukan oleh usianya.
Kedua, Pada masyarakat kota atau masyarakat maju dan kompleks, terhadap pembagian kerja pada bidang-bidang kehidupan. Pada masyarakat yang kompleks tersebut tidak terlalu menuntut kemampuan fisik, tetapi kemampuan yang bersifat ilmiah.
Ketiga, Pada masyarakat yang sedang mengalami masa transisi, generasi muda seolah-olah terjepit antara norma lama dengan norma baru. Generasi tua tidak menyadari bahwa sekarang ukurannya bukan
lagi segi usia, tetapi kemampuan. Persoalannya adalah bahwa generasi muda sama sekali tidak diberi kesempatan untuk membuktikan kemampuannya.
Kita wajib selektif terhadap pengaruh kebudayaan dari luar yang masuk. Kebudayaan yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa harus kita buang dan mengambil kebudayaan yang sesuai dengan kepribadian bangsa kita.
Minum minuman keras, kebut-kebutan, dan kebebasan sex juga merupakan perilaku menyimpang sebagai hasil proses sosialisasi nilai-nilai subkebudayaan menyimpang, sebab tidak sesuai dengan kepribadian dan kondisi di Indonesia. Beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat perkotaan sebagai berikut.
- Kehidupan keagamaan di perkotaan semakin berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan agama di desa.
- Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus tergantung pada orang lain. Yang penting di sini adalah manusia perorangan atau individu.
- Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan sebab adanya perbedaan kepentingan, perbedaan paham politik, dan perbedaan agama.
- Jalan pikiran rasional pada umumnya dianut masyarakat perkotaan. Interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi atau ekonomi.
- Jalan kehidupan yang cepat di kota-kota mengakibatkan faktor pentingnya waktu bagi warga kota sehingga pembagian waktu sangat penting, untuk mengejar kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
- Di kota-kota, masing-masing individu kurang berani menghadapi orang-orang lain dengan latar belakang yang berbeda, pendidikan yang tidak sama, kepentingan yang berbeda, dan lain-lain.
- Pembagian kerja di antara masyarakat kota lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
- Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan, juga lebih banyak diperoleh warga kota daripada warga desa karena sistem pembagian kerja yang tegas tersebut di atas.