Artikel kali ini akan menjelaskan tentang usaha mengurangi erosi tanah, cara mencegah erosi, cara mencegah erosi, cara mencegah erosi tanah, ciri ciri tanah yang subur, serta kelas kemampuan lahan.
Usaha Mengurangi Erosi Tanah
Tanah yang banyak ditumbuhi tumbuh-tumbuhan lebih subur daripada tanah gundul atau tidak ada tumbuh-tumbuhannya karena di dalamnya terkandung lapisan bunga tanah yang tidak terkena erosi.
Akan tetapi, bila hutan-hutan ditebang tanpa batas, apalagi di daerah yang miring maka erosi oleh air maupun angin dapat dengan mudah terjadi di tanah bekas injakaninjakan binatang.
Ciri-ciri tanah subur adalah tekstur dan struktur tanahnya baik, yaitu butirbutir tanahnya tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil; banyak mengandung garam yang berguna untuk makanan tumbuh tumbuhan; dan banyak mengandung air untuk melarutkan garam-garaman.
Tekstur tanah menunjukkan proporsi relatif dari ukuran partikel yang terbesar dapat dijumpai dalam kelompok tanah lempung (clay) yang diameter partikel-partikelnya mempunyai ukuran 0,0002 mm hingga hampir sebesar molekul.
Struktur tanah adalah susunan butir-butir suatu tanah. Pada umumnya, komposisi tanah terdiri atas 90% bahan mineral, 1-5% bahan organik, 0,9% udara, dan air.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur tanah antara lain komposisi mineral dan batuan/bahan induk, sifat, dan cepatnya proses pembentukan tanah lokal, serta umur relatif tanah. Untuk mencegah terjadinya erosi, dilakukan usaha-usaha dengan cara-cara sebagai berikut.
- Mengadakan reboisasi dengan menanami kembali daerah-daerah yang gundul.
- Melarang penebangan hutan yang dijalankan secara serampangan.
- Strip cropping, artinya menanami lereng gunung dengan tanaman yang berselang-seling.
- Terasering, artinya membuat teras-teras bertingkat pada tanah pertanian yang letaknya miring.
- Countur plowing, artinya membajak menurut garis kontur, bekas yang dibajak ini dapat menahan air.
- Crop rotation, yaitu usaha pergantian jenis tanaman supaya tanah tidak kehabisan salah satu unsur hara akibat diisap terus oleh salah satu jenis tanaman.
Tingkat erosi suatu lahan akan sangat berpengaruh terhadap kesuburan tanah untuk pertanian. Semakin tinggi dan besar tingkat erosi tanah permukaannya berarti semakin tidak subur dan tidak cocok untuk tanaman pertanian pangan.
Pengaturan air (drainage) suatu lahan juga berpengaruh terhadap kondisi kesuburan tanah. Jika pengaturan air jelek maka tanah akan tergenang bagian permukaannya.
Menurut Bintarto tidak semua lahan di permukaan bumi dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia karena terdapat kendala-kendala tertentu, seperti adanya lahan yang tertutup es yang tebal,
yaitu lahan di kutub dan di pegunungan tinggi, tanah-tanah yang gersang dengan suhu terlalu tinggi seperti lahan-lahan di gurun, lahan-lahan yang tak subur, serta lahan-lahan yang terdiri atas batu cadas, yang semuanya sangat sulit diolah.
Hanya lahanlahan tertentu yang dapat dimanfaatkan. Lahan-lahan yang secara kualitatif sangat memungkinkan untuk dimanfaatkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia disebut lahan potensial.
Lahan potensial dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk nonpertanian antara lain dalam bentuk:
- pemanfaatan untuk lokasi industri,
- pemanfaatan untuk lokasi perdagangan,
- pemanfaatan untuk wilayah pemukiman, dan
- pemanfaatan untuk fasilitas-fasilitas sosial seperti hiburan, prasarana, transportasi, dan fasilitas-fasilitas sosial lainnya.
KELAS KEMAMPUAN LAHAN
Tingkat kecocokan pola penggunaan lahan dinamakan Kelas Kemampuan Lahan. Berdasarkan kelas kemampuannya, lahan dikelompokkan dalam delapan kelas.
Lahan kelas I sampai IV merupakan lahan yang sesuai bagi usaha pertanian, sedangkan lahan kelas V sampai VIII merupakan lahan yang tidak sesuai untuk usaha pertanian.
Ketidaksesuaian ini bisa jadi karena biaya pengolahannya lebih tinggi dibandingkan hasil yang bisa dicapai. Secara lebih terperinci, kelas-kelas kemampuan lahan dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Kelas I, merupakan lahan dengan ciri tanah datar, butiran tanah agak halus, mudah diolah, sangat responsif terhadap pemupukan, dan memiliki sistem pengaliran air yang baik.
Tanah kelas I sesuai untuk semua jenis penggunaan pertanian tanpa memerlukan usaha pengawetan tanah. Untuk meningkatkan kesuburannya dapat dilakukan pemupukan.
Kelas II, merupakan lahan dengan ciri lereng landai, butiran tanahnya halus sampai agak kasar. Tanah kelas II agak peka terhadap erosi.
Tanah ini sesuai untuk usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang ringan, seperti pengolahan tanah berdasarkan garis ketinggian dan penggunaan pupuk hijau.
Kelas III, merupakan lahan dengan ciri tanah terletak di daerah yang agak miring dengan sistem pengairan air yang kurang baik.
Tanah kelas III sesuai untuk segala jenis usaha pertanian dengan tindakan pengawetan tanah yang khusus seperti pembuatan terasering, pergiliran tanaman, dan sistem penanaman berlajur. Untuk mempertahankan kesuburan tanah perlu pemupukan.
Kelas IV, merupakan lahan dengan ciri tanah terletak pada wilayah yang miring, sekitar 15% – 30% dengan sistem pengairan yang buruk. Tanah kelas IV ini masih dapat dijadikan lahan pertanian dengan tingkatan pengawetan tanah yang lebih khusus dan lebih berat.
Kelas V, merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang datar atau agak cekung, namun permukaannya banyak mengandung batu dan tanah liat.
Karena terdapat di daerah yang cekung maka tanah ini sering kali tergenang air sehingga tingkat keasaman tanahnya tinggi. Tanah ini tidak cocok dijadikan lahan pertanian, tetapi lebih sesuai untuk ditanami rumput atau dihutankan.
Kelas VI, merupakan lahan dengan ciri ketebalan tanahnya tipis dan terletak di daerah yang agak curam dengan kemiringan lahan sekitar 30% – 45%. Lahan kelas VI ini mudah sekali tererosi sehingga lahan ini pun lebih sesuai untuk dijadikan padang rumput atau dihutankan.
Kelas VII, merupakan lahan dengan ciri terletak di wilayah yang sangat curam dengan kemiringan antara 45% – 65% dan tanahnya sudah mengalami erosi berat. Tanah ini sama sekali tidak sesuai untuk dijadikan lahan pertanian, namun lebih sesuai ditanami tanaman tahunan (tanaman keras).
Kelas VIII, merupakan lahan dengan ciri terletak di daerah dengan kemiringan di atas 65%, butiran tanah kasar dan mudah lepas dari induknya. Tanah ini sangat rawan terhadap kerusakan. Karena itu
lahan kelas VIII harus dibiarkan secara alamiah tanpa campur tanah manusia, atau dibuat cagar alam.