seorang wanita untuk dinikahi. Adapun, maknanya secara syar’i adalah permohonan
dari seorang laki-laki peminang kepada wanita yang dipinang, atau dari walinya,
untuk menikah dengannya.
peminang itu dikabulkan, maka pinangannya tersebut dianggap sebagai sebuah
janji untuk menikahi wanita yang dipinang. Ada yang mengatakan bahwa khitbah
bukanlah janji, namun hanyalah permohonan untuk menikahi seseorang.
Namun,
secara syari’at, tidak ada larangan mengaitkan khitbah dengan perjanjian atau
saling berjanji untuk menikah. Kebanyakan khitbah memang tidak dikaitkan dengan
janji ataupun saling janji untuk menikah, di mana hal itu dapat menyebabkan
banyak orang berasumsi bahwa khitbah adalah janji untuk pernikahan.
khitbah itu hanyalah permohonan untuk menikahi saja. Dan pernikahan tidak bisa
dikukuhkan hanya dengan khitbah tersebut.
Karena itu, wanita yang telah
dipinang tetap menjadi wanita asing (baca: bukan mahram) baginya, sampai akad
nikah dengannya dilangsungkan. Walhasil, khitbah merupakan proses pra nikah. Ia
tidak memiliki konsekuensi yang sama dengan konsekuensi pernikahan.
Khitbah
Tidak ada riwayat dari
Rasulullah SAW, atau dari salah seorang sahabat beliau yang mulia, atau dari
seorang ahli fiqh, yang membatasi khitbah dengan lafazh-lafazh tertentu, di
mana tanpa lafazh tertentu khitbahnya menjadi batal. Khitbah tetap sah dengan
ungkapan apapun yang menunjukkan atas permohonan untuk menikah.[]